Akhirnya, setelah menjalani pengobatan yang panjang, mantan baginda Raja Di Atas Angin mangkat jua. Gering baginda yang berkepanjangan telah diupayakan kesembuhannya oleh sejumlah tabib yang handal. Namun, maut yang menjemputnya.
Konon, satu jam sebelum mantan baginda wafat, ada zikir dan doa di sebuah masjid Seuramo Umat, amat jauh dari pusat kota. Doa itu meminta kepada Allah Azzawajalla, bila memang ajal menjemputnya agar dipercepat. Namun, bila memang mau diperpanjang umurnya oleh Allah supaya baginda disembuhkan. Satu jam kemudian setelah zikir dan doa itu, baginda pun wafat.
Musuh-musuh baginda yang masih hidup ada juga yang datang melayat. Mungkin mereka pun mau mengubur dendamnya dan memaafkan baginda, entahlah.
Tetapi, ada pula putri mantan raja sebelum baginda yang menolak melayat. Karena, katanya, perlakuan kepada almarhum ayahandanya tidak sebaik baginda pengganti. Ayahandanya diperlakukan tidak sepatutnya ketika ditumbangkan. Masak diinapkan di sebuah mess?
Sejumlah menteri baginda yang melayat semasa gering (sakit) ada pula yang ditolak keluarga, antara lain mantan perdana menteri. Alasannya, ia menganjurkan baginda meletakkan jabatan di tengah huru-hara demonstrasi massa. Seorang menteri lainnya yang didakwa rakyat sebagai pakar omong kosong dan pembual juga ditolak keluarga raja. Ia ibarat Pang Bayak. Sebabnya, dia pula yang membujuk baginda supaya meletakkan jabatan juga. Maksudnya sebenarnya baik, supaya kerajaan tidak chaos, hancur tak terkendali. Tapi putra-putri kerajaan salah tafsir. Jadinya mereka renggang. Tidak saling ketemu setelah ditumbangkan massa.
Kendati sudah mantan raja, sungguh banyak pelayat yang datang. Iring-iringan mobil disambut ribuan rakyat yang berjejer di jalan-jalan. Raja pengganti meminta agar rakyat mengibarkan bendera kerajaan setengah tiang seminggu penuh. Namun, di salah satu wilayah tak kelihatan bendera berkibar. Entah kenapa?
Mangkatnya mantan raja menimbulkan gonjang ganjing di lokasi pemakaman keluarga. Hujan turun amat lebatnya. Bahkan gempa pun terjadi agak keras. Alam seakan bereaksi atas pemakaman itu tanpa diketahui pasti tamsilnya. Biarlah alam bersuara dengan bahasanya. Biarlah hujan dan gempa saling bersautan. Penguburan itu berlangsung aman. Salto tentara diraja menyalak sebagai tanda penghormatan. Seakan menyahuti suara hujan dan gempa yang baru saja menggoyang bumi.
Warung-warung kopi, perkantoran, dan perumahan menyaksikan acara penguburan itu dengan seksama. Raja lama dan tua telah mangkat. Raja baru yang kini jadi pilihan rayalah memegang tampuk kekuasaan. Semoga negeri bisa bertambah damai tentram, sejahtera. Raja adil, raja dijunjung. Raja lalim raja dihujat. Begitulah tamsilnya.
Konon lagi, katanya, yang pertama sekali masuk surga adalah pemimpin yang adil. Yang pertama kali masuk neraka adalah pemimpin yang zalim. Wallahu alam bissawab.[]