Abu Din ternyata girang banget dalam menyambut lebaran Idul Fitri 1429 H kali ini. Dia tersenyum kecil beberapa kali saat duduk di pos roda dengan Bejo, Wak Min serta Cek Lah dan para petinggi Kampung Hana Nan lainnya.
Tangan Abu memegang sejumlah amplop kecil-kecil berisi beberapa lembar uang pecahan lima puluhan. Amplop tersebut berjumlah 15 biji seperti yang dihitung oleh Bejo, Geuchik setempat.
Eh, tapi jangan salah sangka dulu. Ini bukan amplop hasil suap seperti yang biasa diterima para koruptor. Ini juga bukan amplop yang biasa diburu para ‘pemeras’ di dinas-dinas ketika mendekati meugang atau lebaran.
Ya, ini juga bukan amplop THR seperti yang diberikan oleh sejumlah perusahaan kepada karyawannya.
Isi amplop ini murni hasil jerih payah Abu Din selama ini. Lantas kalau ditanya kenapa mesti dimasuki ke amplop? Abu Din punya jawaban tersendiri terkait hal ini.
“Saya bermaksud membagi-bagikannya kepada kemenakan, fakir miskin serta kaum dhuafa yang membutuhkannya,” jelas Abu Din sambil menyimak sorot mata curiga dari Bejo dan beberapa stakeholder kampung lainnya.
Menurut Abu, tradisi bersedekah dan menyantuni aneuk yatim piatu, fakir miseukin mendekati lebaran harus kembali dikembangkan. Sejak Indonesia mengalami krisis ekonomi beberapa tahun silam, budaya tersebut seakan hilang dan diganti oleh Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
“Good abu, anda memang is the best, saya dukung. Tetapi bagi ke saya satu donk,” pungkas Bejo.
“Enak aja, emang loe wartawan, yang harus diberi amplop agar berita yang ditulis yang bagus-bagus aja dan tidak membuat berita buruknya?” balik Abu lagi. Loh gak nyambung, lagi?[]