Aktor, sebutan lain untuk pemeran. Biasanya tampil di atas panggung dan di layar kaca. Khusus film, sering pula disebut aktris bagi pemeran perempuan. Namun aktor-aktor itu tak sebahaya aktor-aktor di Aceh yang bermain di belakang layar. Saat ini, tokoh protagonis (baik) saling sikut pikiran dengan aktor antagonis (jahat). Keduanya bermain dalam film bertema politik dan sosial.
“Aktor-aktor itu muncul karena sepertinya ingin menciptakan disintegrasi sosial,” kata Je pada Si Him. Kalau Pak Bus mengibaratkan disintegrasi itu, “masih berada di bawah suatu payung tapi mau pisah.” Contohnya minyak yang bercampur dengan air dalam satu ember. Keduanya tak menyatu. Persis seperti konflik GAM dengan RI selama 32 tahun: dalam satu negara, tapi kedua pihak tak bisa menyatu. Atau kasus Timor Timur yang akhirnya lepas juga dari Indonesia pada 1999.
Dalam KBBI disebutkan, integrasi adalah pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat. Maka, disintegrasi bisa dikatakan pemisahan diri dari kesatuan.
Jika dikait-kaitkan dengan ilmu sosiologi, objek material pada disintegrasi itu contohnya adalah mantan anggota Gerakan Aceh Merdeka setelah MoU Helsinki 2005 dengan masyarakat Aceh nonmantan GAM. Antara keduanya seperti ada sekat. Beda kasta. Mantan GAM ibarat warga kelas satu, selainnya warga kelas dua, sehingga sebagian warga Aceh merasa belum merdeka. Ini contoh disintegrasi sosial.
“Disintegrasi ditumbuhkan oleh aktor (individu) tertentu. Sampai kini, disintegrasi ini masih bertahan. Kenapa? Karena, mungkin, aktor menikmati situasi tersebut,” jelas Pak Bus pada Je dkk.
Aktor pasti menikmati situasi politik di Aceh. Jelang Pilkada Aceh 2011, beberapa konflik politik muncul. Seperti pada calon perseorangan. Gubernur sekarang Irwandi Yusuf menginginkan adanya jalur perseorangan (independen), karena ia ingin naik gubernur tanpa berkoalisi dengan Partai Aceh, padahal ia mantan GAM. Sementara Partai Aceh menolak adanya jalur independen. “Sepertinya PA sengaja meniadakan jalur itu karena tak mau Irwandi naik gubernur lagi, sebab membelot dari PA,” Isan berpendapat. Antar kedua pihak itu pun saling perang urat saraf.
Kecuali itu, seorang mantan kombatan GAM yang dikenal Cagee, juga eks Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) wilayah Bireuen ditembak mati di Matang Geulumpang Dua Kabupaten Bireuen. “Semoga peristiwa penembakan ini tak terkait unsur politik jelang Pilkada,” komentar Je pada kawannya.
Di balik itu semua, pasti ada aktor. Yang protagonis menginginkan Aceh terus damai. Sebaliknya, tokoh antagonis berniat merusak perdamaian. “Semoga saja ‘film’ Aceh nanti berakhir dengan cerita bahagia (happy ending),” harap Isan. “Semoga saja minyak bisa menyatu dengan air dalam satu wadah, meski sulit.” Sehingga pada akhirnya, anak muda lah yang menang, sebagaimana di film India.[]