Je tak pernah membuang sampah. Tapi ia makan sampah. “Sampah ini,” tuturnya pada Aya, “dibuang sayang.” Sejak beranjak dewasa, Je saban hari memakan dan meminum sampah.
Namun sebelum ia menceritakan pada Aya mengapa dirinya makan dan minum sampah, terlebih dulu ia mengisahkan seorang pria Inggris yang berprinsip sama dengannya: dibuang sayang.
Tracey Moberly mengumpulkan hampir 100.000 SMS selama 12 tahun. Pria 42 tahun itu mengatakan, setiap kali mendapatkan pesan pendek, ia langsung menuliskannya pada sebuah buku kosong. Ia juga menulis kesan-kesan dari para selebriti seperti Howard Marks, Pete Doherty dan Banksy.
Sebagaimana disiarkan Orangenews.co.uk, Kamis (15/9/11), kumpulan SMS itu dibukukannya kemudian. Judulnya “Teks Me Up!”. Luar biasa. Buku itu memetakan kisah hidup Tracey sejak akhir milenium terakhir.
“Ini seperti menulis catatan harian. Semua teman-teman saya mengatakan mereka berharap juga bisa menyimpan teks penting atau orang yang sangat berarti bagi mereka. Aku beruntung, aku bisa kembali untuk membaca pesan-pesan setiap kali saya inginkan,” tutur Tracey.
Mendengar cerita itu, Aya mengangguk-angguk. “Sangat inspiratif,” nilai Aya. “Maka itu, kusarankan kamu untuk mengumpulkan janji-janji manis Pemerintah Aceh saja. Lalu bukukan. Dan mintalah pejabat-pejabat yang tak pernah menunaikan janjinya pada rakyat, membaca bukumu itu pertama kali,” ucap Je.
“Ah, kamu. Sikit-sikit pemerintah.” “Ya sudah, aku cuma menyarankan. Atau kamu bisa membukukan surat cintamu dulu dengan Si Him. Atau mengumpulkan cerita-cerita menarik dari setiap orang yang kamu dengar.”
“Nyooo Cut Bang. Boh ceritakan dulu kenapa kamu makan sampah?” Aya mengalihkan topik pembicaraan pagi itu. Baiklah. Begini ceritanya Je sampai-sampai mengatakan dirinya makan dan minum sampah, bukannya membukukan sampah.
Je mengumpulkan sampah kering, juga sampah basah. Yang kering ia himpun, ketika menggunung di pekarangan rumahnya, ia jual ke penampung. Sampah basah ia manfaatkan untuk menyumpal lubang tanah penampung genangan air hujan di halaman rumah.
Khusus sampah berupa dedaunan kering, ia membuatnya benar-benar kering, artinya ia pindahkan ke tempat yang takkan pernah diserpih preue (tempias) hujan. Ia mengutipnya setiap pagi di pekarangan. Lalu ditumpuknya di sekeliling akar pohon, semisal mangga, rambutan, jambu, pokat, dan pepaya.
Tak hanya sampah manusia, Je juga mengumpulkan sampah unggas. Kotoran ayam dan itik. Ketika kering, kotoran itu dibubuhinya di sekeliling pohon-pohon tadi. Dibaur dengan dedaunan kering. Menyerupai pupuk. Ya, pupuk organik untuk kotoran dan pupuk hayati untuk dedaunan.
Tak hanya untuk pepohonan, ia juga melakukan hal sama pada sekebun sayur-sayurannya di samping rumah. Sayur segala sayur ada. Tak perlu ke pasar.
Pepohonan dan sayurannya tumbuh subur. Selain faktor tanah Aceh yang tropis, ya karena sampah tadi. Sampah yang secara alami diubah Je jadi pupuk. Pupuk-pupuk itu menyuplai vitamin segala vitamin dan unsur-unsur kimia lainnya bagi pepohonan dan sayuran itu.
Musim panen tiba, ia untung besar. Selain mengonsumsi untuk dirinya, ia juga bisa memasarinya atau membagi-bagikan ke orang sekitar. “Semua itu karena sampah. Segala sampah itu dibuang sayang, maka daur ulang ia menjadi pupuk,” kata Je pada Aya.
“Inilah yang kubilang padamu: saya memakan dan meminum sampah. Saya bisa minum jus mangga, pokat, tomat, wortel, pepaya, dan buah segar lainnya yang kutanami di kebun.”
“Juga memakannya, sebagai teman nasi. Semua ini bisa kunikmati karena aku sayang sampah, bukan sayang kamu. Jangan harap aku sayang kamu, hahaha,” sambung Je.
Aya cemberut. Dan lari. Je tak pedulinya. Ia terus mengutip sampah kering di halaman rumahnya. Namun saat itu, satu cara yang belum ditemukan Je: bagaimana cara membukukan sampah tercecer, sebagaimana Tracey Moberly mengumpulkan pesan pendek. “Ah, biarlah Pemerintah memikirkannya, o, biarlah pemerintah membukukan janji-janjinya,” kata Je.[]