Feodal

Tanpa sadar Tuan, semua Tuan-tuan (tidak termasuk saya) saat ini masih saja tergiring dalam sistem feodal ala nagari Bercanda. Padahal feodalisme adalah sebuah paham penjajah Bercanda untuk menguasai dunia usaha di tanah Hindia Bercanda.

Di lain pihak, Tuan mengatakan gaya feodal telah meluluhlantakkan ekonomi anak negeri. Hingga perdagangan dikuasai, lalu wilayah dijajah secara ekonomi, politik dan sebagainya… dan sebagainya.

Tapi Tuan, yang akan kita baca selanjutnya bukanlah feodal sebenarnya. Tetapi praktek gaya kaum feodal yang masih terus dilanggengkan di kerajaan nagari. Tak sadar, Tuan-Tuan telah menjadi bagian dari sebuah tim pelanggengan gaya feodal yang terus dilestarikan. Membudakkan manusia.

Entah terinspirasi dengan gaya feodal nagari rodawi kuno, yang sering gelar lomba gaya feodal. Penjajah nagari yang berkuasa di nagari Banceh pada masa penjajahan Bercanda juga mempraktekkan gaya lomba kaum feodal. “Para Tuan sukok dan wedana kerajaan serta permaisuri dan putri sukok kerap menonton acara di nagari Banceh, persis gaya feodal nagari rodawi kuno,” kata teman saya yang satunya.

Saat penjajahan oleh nagari atas angin pergi, jejak feodalnya tak mudah dilupakan. Pada perhelatan hari jadi kerajaan nagari menjelang. Pada masa perang, banyak perampokan sah dilakukan punggawa dan alat kerajaan nagari kepada para kaum koloni dan pemakai pedati unta dan keledai di jalan nagari, dengan alasan meramaikan hari jadi kerajaan nagari.

“Pohon pinang yang tak bersalah dirobohkan untuk lomba gaya feodal di nagari Banceh dan juga nagari-nagari sebanja dengan Banceh, pohon pinang jadi tiang feodal,” ujar teman saya.

Lalu pada hari H, giliran raja-raja kecil dan punggawa kerajaan nagari Banceh menonton lomba panjat pinang. Bergaya bak raja-raja nagari atas angin. Menonton kaum papa yang berhasrat mendapatkan hadiah dari ujung tiang. Hadiah gaya feodal.

Tahun lalu, cerita teman saya. Di sebuah lembaga sehat di ibukota kerajaan nagari. Berlangsung lomba gaya feodal, di nagari tetangga disebut panjat pinang. Lomba di tempat itu diikuti para pasien lembaga sehat, yang sakit jiwanya karena perang, geulumbang raya, dan lain-lain hal sampai sakit jiwa karena narkoba.

Lomba gaya feodal berlangsunglah dengan serunya. Peserta dari pasien lembaga sehat yang terbagi dalam grup masing-masing berlomba ganti-gantian, dari siang hingga setengah petang. Menjelang sore, semua wajah peserta kena peulaken. Akhirnya sukses juga salah satu grup menaiki tiang hingga ke puncak.

Tetapi dasar sakit jiwa, peserta yang sudah di ujung tiang itu hanya senyum kesenangan. Sementara sepeda angin, kompor, kain sarung, payung, selop hingga mie instan (tahun lalu ada kaos calon wakil rakyat nagari, tahun ini tidak ada) yang ada di dekatnya tidak dihiraukan, peserta itu malah melorot turun kembali. Penonton dari kalangan pengurus lembaga sehat serta ahli sehat dengan gaya feodal berteriak.

“Benar-benar gila (sakit jiwa), kenapa sudah sampai di atas tetapi hadiahnya tidak diambil, ini menyebalkan, benar-benar menyebalkan,” kata sejumlah panitia dari lembaga sehat, juga para ahli sehat. Hal demikian berkali-kali terjadi. Senja menjelang.

Melihat itu, para ahli sehat dan panitia lomba ambil langkah konkrit. Mereka sepakat berlomba, ahli sehat lawan panitia lomba dari lembaga sehat. Giliran pasien lembaga sehat ambil alih tugas panitia. Panitia dan kalangan tenaga sehat itu kemudian bermandikan peulaken. Hingga kemudian ada satu grup yang berhasil ke atas, Ahli Sehat.

Lalu sepeda, kompor, kain sarung, selop hingga mie instant diturunkan satu persatu dengan diikat tali agar tidak rusak terbanting. Ahli sehat menang.

Giliran pasien lembaga sehat berseru. “Apaan ni bos, mereka bodoh, mengapa sepeda, kompor dan hadiah lainnya di taruh di ujung tiang, lalu tiang susah-susah dipanjat. Kemudian hadiah itu dibawa turun kembali, kenapa tidak ditaruh di bawah saja agar tidak susah-susah dipanjat, mereka (panitia dan tenaga sehat) benar-benar sudah gila,” seru sejumlah pasien sakit jiwa.

Demikianlah kejadian di sebuah nagari yang melakukan lomba gaya feodal. Tapi menurut Tuan dalam kisah di lembaga sehat jiwa itu, sebenarnya siapa yang sedang gila?[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.