Fitnah

MUKSIN memang selalu iri pada Mae, apalagi setelah si Mae dilantik jadi ketua pemuda gampong kami. Kemarin itu ia baru diingatkan oleh Mae agar tak menghisap ganja apalagi mempengaruhi pemuda gampong untuk berpesta barang laknat itu. Bukan main tersinggung si Muksin, semua keluh kesahnya itu ia sampaikan padaku.

Sebagai teman sejak SD aku mencoba menjadi pendengar yang baik, meski kutahu perbuatannya kali ini memang kelewat batas. Kalau tak ingat ia sering meminjamkan aku cat air saat menggambar dulu, sudah kupatahkan lehernya ketika ia berniat menjatuhkan si Mae yang rajin salat jumat itu.“Kalau dia masih jadi ketua pemuda di gampong kita, bisa-bisa aku sakau karena tak boleh berganja, orang tuaku saja tak melarang, buat apa dia ikut urusan.” Kata Muksin berapi-api. Gara-gara itu ia hampir diserahkan ke pihak berwajib.

“Dengarkan aku kawan,” sambungnya lagi. “Kau akan lihat bagaimana aku akan membuat dia menyesali kebijakannya selama ini.”

Awalnya aku tak tahu ke mana arah bicaranya, penuh politis dan berliku, seperti politikus saja.

“Bukankah kebijakannya itu bagus, kupikir ia telah menjadi contoh teladan untuk pemuda gampong ini, lihat bagaimana orang-orang selalu mengelukannya.”

“Tentu saja, tapi bila sudah kena aku, dong beu kong.” Kata Muksin sambil mengepalkan tinju, kelihatan benar ia menaruh dendam pada Mae.

“Aku akan buat dia masuk penjara, biar aku bebas menghisab ganja dan berpesta cimeng di gampong ini.” Tambahnya lagi.

“Memangnya apa yang ingin kaulakukan padanya, kupikir tak ada satu pun kejelekannya yang bisa buat dia masuk penjara.”

“Itu masalah gampang, banyak orang-orang baik di negeri ini yang ditangkap tanpa ada salah apapun, asal kita bisa kerjasama dengan penegak hukum yang rakus. Aku akan bayar penegak hukum untuk menangkapnya, masalah alasan penangkapan itu gampang, bilang saja penyalahgunaan wewenang atau penyelewengan administrasi, atau apa sajalah suka-suka penegak hukum yang penting dia tak lagi di gampong kita dan melarang-larang aku hisab ganja.”

Kali ini rasanya aku ingin meninju hidungnya tapi lagi-lagi aku teringat cat air yang selalu ia pinjamkan padaku saat menggambar dulu.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.