KAMU jangan selalu seperti katak di bawah tempurung. Misal dirimu kambing, sesekali keluarlah dari kandangmu dan lalu carilah umpan di kebun manusia. Sudah pernah keluar, kamu harus keluar lagi, barangkali tindakan pertama itu tidak meyakinkan. Begitu ungkapan yang terlintas di pikiran Jailani. Bisa jadi begitu pula yang ada di pikiran beberapa Komisi Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) yang “ketahuan” mengadakan kunjungan kerja (kunker)—atau jalan-jalan lebih tepatnya—ke luar Aceh dengan menunda pembahasan Rancangan Qanun (Raqan) Pilkada.
Maka, Jailanipun ingin jalan-jalan ke Belanda. Tujuannya, mengunjungi ‘Museum Aceh’ di Belanda, yaitu Bronbeek Museum yang terletak di kota Arhnem. Karena cerita orang-orang yang sudah duluan mengunjunginya, Bronbeek Museum menyimpan barang-barang peninggalan perang Aceh ketika melawan Belanda 1873-1942.
Dan istimewanya di museum ini, kata mereka, kisah heroisme perang Aceh tergambar dengan sangat jelas. Itu bisa dilihat dari peninggalan meriam-meriam Aceh dalam ukuran yang berbeda dan menempati sisi-sisi utama ruangan berkaca dan melintangi sudut-sudut museum. Ke manapun bergerak dalam museum, meriam-meriam itu tetap tampak paling mendominasi pandangan pengunjung. Mulai dari meriam berukiran keemasan buatan Turki sampai meriam Inggris yang dihadiahkan kepada Sultan Aceh dahulu. Di satu deretan dinding terpajang gambar-gambar Gubernur Militer Belanda di Aceh, mulai dari Mayor Jenderal Kohler yang mati terbunuh sampai Van Heutz yang buta sebelah sebagai ‘oleh-oleh’ dari pejuang Mujahidin Aceh.
Apalagi, cerita orang-orang yang sudah pernah ke sana, dari sisi hadapan museum pengunjung dapat melihat halaman yang luas dengan taman bunga serta beberapa patung tentara Belanda di depannya; mulai dari patung perwira sampai patung prajurit KNIL (Koninklijk Nederlands-Indisch Leger) atau dikenal Tentara Diraja Hindia Belanda; dan patung-patung itu dibawa ke museum tersebut atas keinginan Kerajaan Belanda mengabadikan bukti peninggalan sejarahnya selama perang menaklukkan negeri-negeri di bagian timur samudra India (Asia Tenggara sekarang). Ada banyak meriam dalam berbagai jenis terpajang dengan rapi mengelilingi dinding museum. Pula bangunan itu berarsitektur mirip gedung-gedung peninggalan Belanda di Indonesia. Bahkan, museum itu digelar Museum Perang dan termasuk yang tertua di Belanda. Mulai dibina tahun 1863 sejak masa Raja Willem III yang didedikasikan kepada bekas pasukan setianya KNIL, supaya senantiasa dapat dikenang dalam memori mereka.
Tentu Jailani sangat senang bila sudah mengunjungi Bronbeek Museum. Dimana nantinya setelah pulang, ia bisa menceritakan pengalamannya pada orang yang belum pernah datang. Dan pastinya ia akan menggantikan foto profil facebook (jejaring social) dengan foto barunya yang sedang berpose dengan bule di Bronbeek Museum, atau foto dirinya yang mengalungkan syal (selendang) di leher dengan latar belakang gedung-gedung menjulang tinggi. Lalu, ia pun dengan bangga berkata, “aku orang Aceh termuda yang pertama mengunjungi Bronbeek Museum.”
Karena itulah kini Jailani sedang menghirup udara bebas di kota Arhnem. Ia sudah melihat bangunan berbentuk museum di kejauhan sana. Setelah motret sana motret sini dan menulis di status facebook, “Lagi motret-motret ria di kota Belanda. Huff.. Asyiknya.”, Jailani pun melangkah di bawah terpaan kristal salju menuju museum itu.
Ketika berjalan, tiba-tiba, butiran air meluncur ke wajahnya dari ban mobil yang melintas genangan air di sisinya. “Beudoh Je, kajeuet jak kuliah (Bangun Je, saatnya kuliah),” kata Ari usai menyiram wajah Jailani yang tadinya sedang bermimpi. “O hai, hana diteupeue teungoh mangat lumpoe jalan-jalan u Belanda (tak tahu orang lagi bermimpi jalan-jalan ke Belanda),” tanggap Jailani seraya bangun.
Sudahlah, “cukup anggota DPRA saja yang jalan-jalan,” jelas Ari, “kita berharap saja semoga mereka yang sedang jalan-jalan ke luar Aceh membawa pulang oleh-oleh untuk rakyat Aceh. Kalaupun terkesan membuang anggaran, ya sama-sama kita menikmati,” tegas Ari. “Kalau kamu pengen jalan-jalan seperti wakil rakyat kita itu, kamu kuliah dulu sekarang,” tegas Ari.*