SUATU kali, terjadilah perdebatan sengit antara seorang mahasiswa dengan seorang dosen. Sang mahasiswa ini menyalak karena beban tugas yang diberikan oleh dosen tersebut sudah terlalu berlebihan, sementara dosen-dosen lain juga semakin membuat daftar tugas mahasiswa itu menumpuk.
“Buk, janganlah buat tugas lagi. Dosen fulan kemarin baru kasih kami tugas juga. Dua hari yang lalu, dosen fulen juga kasih kami tugas, buk…” keluh mahasiswa itu dengan sedikit kesal.
“Ini tugas dari saya. Jadi, jangan pernah samakan tugas dari saya dan dosen lainnya. Kalau ada tugas dari dosen lain, itu resikomu. Yang jelas, tugas dari dosen lain bukan menjadi alasan untuk tidak membuat tugas dari saya,” balas dosen tersebut, ketus.
Rupanya mahasiswa tetap tak mau kalah gertak. Ia kembali berujar, kali ini dengan nada sedikit lebih tegas, “Bukan begitu, buk. Tapi kami tak punya waktu yang cukup lagi. Untuk buat tugas-tugas dari dosen lain saja kami tak cukup waktu. Jadi, kapan lagi kami punya waktu untuk membuat tugas dari ibu?” suasana menjadi semakin menegangkan. Semua mahasiswa lain bungkam.
“Saya tadi lagi ada acara penting di sana, tapi saya luangkan waktu untuk mengajar. Kenapa? Karena saya merasa tanggungjawab moral terhadap kalian! Tapi sikap kalian benar-benar membuat saya kecewa,” ketus sang dosen. Semua terdiam, terhenyak.
“Sebenarnya ini bukan masalah banyaknya tugas atau tak ada waktu yang cukup, tapi bagaimana caranya agar kalian itu memiliki manajemen waktu yang baik, itu saja!” Sang dosen mulai menceramahi mahasiswanya. Bu dosen menceritakan bahwa dulu ia juga punya segudang aktivitas saban harinya. Tapi ia mampu mengatur waktu sebaik mungkin, sehingga semua pekerjaan tuntas pada waktunya. “Saking sibuknya, saya membaca saja sambil berdiri di dalam bis yang berdesakan,” tambahnya.
Begitulah adanya, kawan. Kita sering terlena dengan waktu dan melupakan apa yang menjadi kewajiban kita. Sementara waktu terus berpacu. Waktu tak akan menunggu, karena itu kita harus mau menjadi “penjemput bola”. Kita yang mendatangi waktu, karena waktu tak pernah bertoleransi. Silap sekejap, maka ia akan meninggalkan kita dalam lubuk penyesalan.
Agaknya benar seperti kata dosen tersebut. Semua bisa dilakukan asalkan kita punya manajemen waktu yang baik. Apalagi ini zaman serba canggih. Serba instan. Sambil mencuci baju, kita baca koran (koran online maksudnya). Sambil berkomunikasi dengan orang lain via ponsel, kita bisa buat tugas. Bahkan, sambilan golak-golek di kamar tidur pun kita bisa melakukan aktivitas-aktivitas lain secara bersamaan. Semua tak terlepas dari teknologi masa kini yang semakin melenyapkan mitos-mitos primitif masa lalu.
Jika kita tak bisa memanfaatkan kemudahan ini dengan baik, maka tak salah jika orang lain mengatai kita sebagai makhluk yang merugi. Tujuan teknologi-teknologi baru itu terus dikembangkan tak lain adalah untuk mempermudah akses manusia itu sendiri. Sementara kita yang sudah memakai fasilitas teknologi itu masih juga malas-malasan, untuk apa juga teknologi itu digunakan?
Kawan, memang ada juga yang mengatakan bahwa justru dengan teknologi itu orang menjadi semakin malas, karena dengan sekali jentik jari, klik! Maka semua menjadi nyata. Memang benar adanya, tetapi semua itu kembali pada kesadaran diri masing-masing. Percayalah, jika kita mampu memanfaatkan setiap kesempatan dan peluang yang ada, maka kita akan menjadi kaum yang beruntung.
Seperti arus sungai yang deras, kita tak mungkin melawan waktu. Satu-satunya cara yang mungkin kita lakukan adalah mengekori alirannya, berbaur dalam detik-detik waktu, seperti pengarung jeram yang mencoba bertahan dengan mengikuti arus sungai. Kita pun demikian, kawan. Jika kita mampu mengikuti aliran waktu dengan segala kesibukan kita dan tak lalai mendekam dalam suram jahanam leha-leha, maka beruntunglah kita, kawan.
Ah, waktu pula yang kini mengejar-ngejar kita. Tapi tak apalah, setidaknya kita sudah berusaha untuk menyiasatinya, kalau saja kita menyempatkannya. Tak perlu ditunggu, karena waktu terus memburu. Siapkan saja apa yang dibutuhkan untuk menempuh waktu. Selebihnya, usaha sepenuh tenaga agar kita tak dilindas olehnya. Seperti pesan sang dosen kepadanya mahasiswanya itu, bisa saja nanti kita buat tugas kuliah sembari lari pagi.[]