Hari ini pak Geuchik Bejo sibuk bukan kepalang. Wajahnya kusut seperti tisu yang kena saus di tong sampah dan dipijak gajah. Raut muka Geuchik Bejo merengut melihat sederetan nama daftar penerima daging meugang di desanya.
Dia berdua dengan Abu Din yang diminta tolong verifikasi data calon penerima meugang berdasarkan lapor kadus. Bejo asek-asek ulee, sedangkan Abu Din manggut-manggut dengan bibir sedikit monyong dan tangan menumpang dagu.
“Menurut saya, Bang Min, Cek Isra, Apa Herman di-cancel aja. Jadi, dengan begini, tinggal 100 orang yang menerima paket, cocok dengan kemampuan desa kita Pak Geuchik, satu orang satu kilo,” kata Abu, setelah lama memandang kertas di depannya.
“Jangan!” seru Bejo. Bang Min orang yang benar-benar berhak, karena kondisi ekonomi kelas bawah. Sedangkan Cek Isra, masuk daftar muallaf, jadi wajib, dan Herman itu bekerja demi gampong siang malam, jadi sayang kalau di-cancel.
“Hmm, ngitu?” ucap Abu. “Tetapi, begini, Pak Bejo, kita jadi pemimpin itu kadang-kadang harus mampu bersikap tegas. Cancel hak satu dua orang nggak masalah demi kepentingan bersama. Belajarlah dari para elit politik negeri kita,” tutur Abu.
“Mereka,” lanjut Abu Din,” tidak memikirkan untuk mengusur kios masyarakat tepi jalan dengan alasan merusak pemandangan. “Kalau mereka bisa, kenapa kita tidak?”
Melihat Bejo tidak berkata-kata, Abu Din kembali menambahkan bahwa tragedi geser-mengeser nama itu udah biasa. Mulai dari penerimaan Bantuan Langsung Tunai (BLT), Askeskin, bantuan anak yatim hingga bantuan biaya siswa di kalangan mahasiswa.
“Proses tender juga gitu,” katanya. “Demi memenangkan proyek famili dan keturunan buyut-buyut para pejabat, kadang-kadang pemenang yang sah digesernya. Walaupun ada satu dua yang diungkap di koran, tapi paling-paling itu terjadi karena pelicinnya pada si kuli tinta kurang. Beruntung jika ada satu dua yang idealis, tapi itu persentasenya sedikit,”.
Nah, kembali ke desa kita, dari pada setiap orang cuma mendapat satu ons daging, yang untuk congkel gigi aja nggak cukup, mendingan di-cancel yang tiga orang tadi. Tidak ada yang protes, tidak ada yang masuki koran, itu yang penting hee…
“Benar, tetapi alangkah lebih baik yang tiga tadi dapat juga,” sahut Bejo arif. Nama saya dihapus, dimasuki nama Herman aja, demikian juga dengan Cek Isra yang tetap ada dalam daftar, diganti dengan Wak Yusuf, dengan alasan dia memiliki anak orang kaya, sehingga kemungkinan besar dia tetap bisa meugang dengan bantuan anaknya.
“Nah, gimana dengan bang Min, tinggal dia seorang. Ini lebih tidak adil lagi kalau dia tidak dapat,” tentang Abu.
“Dapat,” kata Bejo sedikit tersenyum. “Cancel nama kamu, masuki nama bang Min, bereskan. Heee..”
Abu Din sekarang yang melongo, kah hana jadeh pajoh sie meugang gratis, ala mak.[]