Aku punya sebuah cerita. Ceritanya begini. Di kampong itu ada sebuah media bernama Modalitas (modal tak berkualitas). Nama itu dilakab karena tabloid tersebut dibuat oleh pendusta untuk memperbanyak modal semata.
Di media itu sering diberitakan kejahatan pencurian uang rakyat. Orang suka membacanya karena tak tahu, berita itu dibuat hanya untuk menggertak pejabat bersangkutan. Begitu pejabat itu takut, pemilik media yang sekaligus redaktur dan wartawan itu datang mengambil uang sogok.
Begitulah kiprah tabloid yang didetasir oleh pendusta tersebut. Media itu memuat berita yang sengaja dibuat heboh. Tujuannya mudah ditebak, agar orang membeli dan dapat ‘pendonor’ baru. Tidak lebih. Modalitas punya pendusta itu memang membawa misi uang dan uang. Baiklah, begini cerita lengkapnya.
Media itu ada di sebuah kampong yang pejabatnya banyak yang korup. Pemiliknya punya trik begini. Pertama, hantam pejabat. Kedua ia takut. Ketiga ambil uangnya. Begitulah kitab suci media Modalitas. Orang kampung itu tertipu beritanya. Mereka pikir media itu membela rakyat. Ah. Betapa sayangnya orang kampung itu.
Pemilik media itu punya sekondan, yakni sekretaris kampung. Kepala kampong sekarang tahu, sekretaris ludah setan itu pencuri besar. Untuk membela sekondannya, pemilik Modalitas sengaja menebarkan fitnah di medianya. Di sana ia tulis, kepala kampong membangun wilayahnya tanpa pengaturan jelas.
Sebenarnya, yang membuat pembangunan kampong itu kacau adalah sekretarisnya. Sekretaris kampong yang sering memberi makan pemilik Modalitas itu.
Nah, begitulah ceritaku tentang Media Modalitas punya si pendusta di kampong yang besar itu. Kata pembual di ruang redaksi Modalitas, Sim Salabim! Maka pendusta pun menulis di medianya.[]