Pèh Bruek

Ketika sedang online Pengko teringat kampung halamannya. Masa kecil dihabiskannya dengan bermain-main bersama kawan-kawannya. Dan jika teringat itu ia akan terbayang pada Seunuman, kawannya yang paling suka memanjat batang rumbia. Seunuman memiliki hobi bermain dan bermain peh bruk (ketuk tempurung kelapa). Bermain peh bruk adalah kebiasaan anak-anak kampung jika sudah tiba bulan purnama. Sepulang mengaji biasanya di depan masjid anak-anak akan berkumpul dan mencari bruk (tempurung kelapa) untuk kemudian disusun meninggi. Seperti juga bermain mi-mi pet (sembunyi-sembunyi) sebagian besar sanak bersembunyi dan seorang anak mencari dan menjaga bruk-nya agar tidak dirusak oleh yang bersembunyi.

Suatu malam, sepulang mengaji Pengko dan Seunuman juga kawan-kawannya bermain peh bruk. Seunuman menjadi penjaga. Dia tidak bisa mendapatkan banyak orang, bahkan hingga selesai mereka bermain Seunuman belum dapat menemukan semua yang bersembunyi.

Pengko baru ditemukan di sekolah esoknya. Ternyata semalam Pengko tertidur di mimbar masjid semalam. Seunuman rupanya tak kapok juga, malam-malam selanjutnya ia malah kembali mengajak kawan-kawannya bermain peh bruk lagi. Walaupun pada malam-malam selanjutnya itu ia tidak dijerakan lagi. Ia seorang maniak peh bruk.

Karena kebetulan Pengko teringat pada permainan masa kecilnya itu, maka ia menulis sesuatu di wall facebook Seunuman. Aku rindu peh bruk, tulisnya. Ia berharap Seunuman merespon tulisannya itu. Namun, begitu ia kembali OL pada malamnya, tak dinyana rupanya Seunuman menulis tanggapannya dengan kata-kata yang menyinggung hati Pengko, ini jaman main facebook, udah gak jaman main peh bruk. Pengko yang sakit hati membalas tanggapan kawannya, kau tidak menghargai kenangan, Seunuman, tak punya memori kau. Tak lama dapat balasan dari Seunuman, memoriku sudah diambil oleh komputer dan hape.

Pengko tak lagi membalas pernyataan temannya. Sakit hati ia. Namun, setelah beberapa saat merenung, ia berpikir bahwa pikiran temannya itu sesuai sekali dengan fenomena yang sedang terjadi saat ini. Anak-anak sekarang mana ada lagi yang (mau) tahu tentang permainan kampung seperti mereka dulu. Sekarang kalau suntuk mereka langsung ke warung game, baik playstations maupun game online. Jauh berbeda dengan mereka dulu. Jika suntuk sendiri mereka akan mencari teman-teman sebaya untuk diajak bermain bersama. Permainan zaman Pengko kecil adalah permainan yang selalu membutuhkan banyak orang, tak ada permainan yang dilakukan sendiri. Dari itu mereka tidak pernah menjadi penyendiri, tidak pernah menjadi pemalu atau penakut, mereka akan menjadi orang-orang sosialis dan bermasyarakat. Dengan permainan juga akhirnya sekarang mereka memiliki kenangan yang indah dengan banyak teman dan akan begitu seru jika membicarakannya.

Permainan anak-anak zaman sekarang adalah permainan yang rata-rata tidak begitu memerlukan kebersamaan. Mereka boleh main sendiri. Maka kemudian anak-anak ini akan menjadi orang-orang yang idealis dan oportunis. Mereka tidak membutuhkan banyak orang untuk memecahkan masalah. Bila kurang paham mereka bisa langsung ngenet, tidak lagi berani bertanya pada teman karena takut dikatakan ketinggalan zaman. Maka nanti jika mereka besar, mereka hanya memiliki kenangan yang sedikit dengan banyak orang dan rata-rata jika bertemu hanya akan membicarakan hal-hal yang menyangkut masa kini, karena masa lalu hanyalah sebuah realitas yang biasa saja, yang hanya dilewatkan bersama beberapa orang saja.

Pengko tersenyum di depan laptopnya. Ia menulis tanggapan di wall facebook Seunuman, aku ingat Suryadi, Syahidan, Mursalin, dan Si Usuh. Mereka lari tunggang-langgang dikejar Kariya gila karena Mursalin menabrak Kariya waktu berkejaran denganmu.

Tak lama dapat balasan, Mursalin menangis sambil berlari dan air kencingnya terjun bebas dari celana. hahahhaha.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.