“Tapeugah salah, han tapeugah leubeh salah lom. Lagee boh simalakama,” tutur Abu Din suatu ketika pada Bejo yang kini menjadi atasannya di kampong menanggapi omelan Ampon Lah.
Ampon Lah sendiri adalah orang yang paling berpengaruh di kampong mereka. Satu perkataannya langsung bisa melenyapkan Abu Din selaku hamba aloh. Karena suatu peristiwa, Abu Din harus berhadapan dengan Ampon Lah yang sudah dua puluh tahun menjadi centeng Teuku Agam.
Bentrok Abu Din versus Ampon Lah sebenarnya cuma karena salah pengertian biasa, tapi katanya, akibat itu cukup membuat Abu Din mengalami shock terapi.
Alkisah, dua hari lalu, Ampon Lah mengutip pajak di luar peraturan desa, tepat saat itu Abu Din lewat. Dia ditegur, eh..rupa-nya tidak mempan.
Abu Din akhirnya melapor pada Bejo selaku pak geuchik yang mememegang pemerintahan kampong dan Ampon Lah pun akhirnya dipanggil ke markas desa serta dihukum sesuai peraturan gampong. Tetapi, hal ini bukannya membuat Ampon Lah insaf, melainkan malah semakin menjadi-jadi. Abu Din katanya sampai diburu hingga ke pelosok desa karena hal tadi.
Beruntung Bejo baik hati mau menumpangkan Abu Din di rumahnya untuk sementara. Nah.. inilah kejadian yang menurut Abu Din seperti memakan buah simalakama, ketika dia berbicara dengan Bejo pada malam hari itu.
Tanpa menunggu jawaban Bejo, Abu Din melanjutkan bahwa hidup ini tidak adil. Berbuat salah dianggap benar dan berbuat benar disalahkan bagi mereka yang mempunyai kekuasaan. Abu mengatakan dirinya pasrah pada kekuasaan Allah yang mempunyai kerajaaan langit dan bumi.
“Tanyoe ata khalik pasti mandum berpulang bak po! Iyakan Geuchik Bejo? Lon siap jika mate demi tegaknya kebenaran di desa kita,” tutur-nya.
“Iya, kah mangat.. ganteng,” sahut Bejo nggak nyambung.
Alah hom keuh, lon nyang tuleh nyoe pih, ka jeut keu hana nyambong, saweub lon takot euntreuk pajoh simalakama syit. Hehehe..[]