Tertib

BALAI gampong ramai didesaki para sopir Labi-labi. Gara-gara Ketua Gampong mengalihkan rute Labi-labi, sopir Labi-labi sepi objekan. Bahkan mereka sering kena maki penumpang karena tak diantar pas ke tempat tujuan. Maka itu hari ini sopir-sopir itu berunjuk rasa.
“Begini saudara-saudara, kita mengalihkan rute agar gampong kita ini tertib.”
“Tapi kita hanya melintas, sama seperti mobil-mobil pribadi lainnya, malah mobil-mobil pribadi yang buat macet, karena mereka suka memarkirkan mobil sembarangan,” timpal seorang sopir membela diri. Ia dan para sopir Labi-labi yang lain sama sekali tak ingin disalahkan atas kemacetan lalu lintas selama ini.“Masalahnya, bukan kami saja yang dirugikan, gara-gara itu, mahasiswa pun harus mengeluarkan biaya transportasi yang lebih besar dengan menyewa becak sampai ke kampus mereka,” sambut yang lain.
“Ya, betul! Sebenarnya bukan kami saja yang membuat macet, tapi becak juga, mengapa mereka tak ditertibkan.” Begitulah sahut-menyahut pengunjuk rasa mengenai keputusan pengalihan itu, suara mereka riuh rendah, terdengar sampai ke bengkel Pak Cek.
“Baiklah, agar adil, kami juga akan menertibkan pengendara becak”
Keesokan harinya keputusan penertiban becak pun ditandatangani. Sekarang giliran tukang becak pula yang protes, mereka arak-arakan mendemo Ketua Gampong.
“Kami hanya mencari rezeki dengan mengantar penumpang tepat ke tempat tujuannya, kenapa semua harus dibatasi.”
“Tapi kalian telah membuat kemacetan dengan memarkirkan kendaraan di pasar-pasar dan depan toko.”
“Kami hanya berdiri sebentar, sedang pedagang yang saban hari dari pagi sampai malam memadati tubuh jalan tak kena gusur, itu tak adil.”
“Ya, benar tak adil.” Yang lain ikut bersorak menambah gagap gempita suasana unjuk rasa.
“Baiklah demi keadilan, besok kami akan tertibkan pedagang kaki lima.”
Penggusuran pun terjadi pula. Lapak-lapak pedagang kaki lima dibersihkan semua. Tubuh jalan kini semakin lapang, becak tak lagi hilir mudik, labi-labi pun tak lagi membuat sesak jalan.
Kini jalan pusat gampong hanya dilalui mobil pribadi dan sepeda motor. Itu pun hanya beberapa unit saja. Ekonomi tak lagi berputar di pusat gampongku, bengkel Pak Cek pun ikut terkena imbas.
Hari ini Pak Cek enggan membuka bengkelnya. Pagi-pagi sekali ia sudah pergi. Entah kemana, menjelang siang baru ia pulang dan langsung saja mengajakku ke rumah Ketua Gampong.
“Ketua, saya mau jual bengkel, kalau ada yang berkenan tolong bilang saya ya.”
“Wah, Pak Cek, kenapa harus dijual, apa Pak Cek mau pulang ke kampung halaman.”
“Ah, tidak, aku hanya ingin membuka usaha di tempat lain saja, sejak ketua melakukan penertiban tempo hari, tak ada lagi yang mau datang ke gampong kita. Mereka telah membuat pusat perbelanjaan baru di pinggir gampong, di jalan lapangan upacara tujuh belas agustus.”
Betapa kagetnya ketua gampong mengetahui areal upacara tujuh belas agustus telah dijadikan pusat perekonomian gampong yang baru. Tapi ia lebih kaget lagi manakala melihat pasar baru itu dengan mata kepalanya sendiri.
Keringat dinginnya meleleh membasahi wajah. Lalu ia buru-buru ke balai gampong dan membuat surat keputusan penertiban yang baru. Labi-labi tak boleh lagi melintasi jalan lapangan tujuh belas agustus, melainkan kembali ke rute semula.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.