Tikus

Apakah yang menarik dari perilaku tikus? Binatang mengerat ini dikenal amat cerdik, licik, pendendam dan amat rakus.

Suatu hari saya memasang perangkap tikus. Dapat satu ekor. Besoknya saya pasang lagi, tak seekor pun yang masuk perangkap. Saya ganti siasat. Pakai lem tikus. Dua ekor terjerat. Mati kau. Besok saya pasang lagi lem tikus di berbagai sudut kamar. Tak seekorpun yang terjebak lem tikus. Inilah bukti tikus amat licik.

Lalu apa yang terjadi? Sejumlah busana saya disobek tikus. Ini bukti lagi, tikus pendendam. Dia tahu manusia menjebaknya dengan berbagai perangkap. Lalu membalas semampunya.

Cerdikkah dia? Tentu saja. Walau diceritakan oleh komikus Walt Disney, tikus mampu menipu kucing, bukan? Untuk tidak terjebak dua kalipun tikus sudah terbilang cerdik.

Pada musim panen raya, sering terjadi, hasil panen tidak sebanyak yang ditargetkan petani. Kenapa bisa begini? Bukankah ini padi unggul yang bisa memproduksi 6 ton gabah kering? Kenapa Cuma 4 dan 5 ton saja? Rupanya yang satu dua ton itu sudah dirampas gerombolan tikus.

Pak tani beramai-ramai membongkar pematang sawah. Terdapat lubang yang berkelok dan berlapis-lapis. Rupanya, dalam pematang itulah sang tikus menyimpan padi petani … Luar biasa bukan?

Ikhwal mencuri makanan manusia ini memang sudah kerjaan tikus sejak kehadiran manusia mengenal sistem bercocok tanam. Populasinya pun meningkat tajam luar biasa. Apalagi dimusim panen padi, jagung, kacang kedelai, kacang tanah dan kacang hijau.

Bahkan, sisa makanan manusia pun dilahapnya. Terkadang, bila tidak awas, makanan yang tidak ditutup di atas meja digigitnya. Bekas gigitan itu meninggalkan penyakit bagi bagi manusia seperti sampar, pes, diare.

Dalam perilaku kehidupan manusia, tindakan-tindakan mencuri uang negara, uang perusahaan yang dinamakan korupsi itu diidentikkan dengan perilaku tikus jahat tadi. Semua akal cerdik, licik, jahat dan pendendam sang tikus diambil alih sang koruptor. Nah, kini, maukah anda dijuluki “Sang tikus negara?” Harusnya menjadi negarawan, karyawan teladan, bukan tikuswan.

“Tikus-tikus” tadi kini sudah pakai dasi. Ada yang menjadi Ketua PSSI, mantan menteri, mantan gubernur, pengusaha yang mencuci uangnya ke luar negeri (money loundry) seperti Adelin Lis sang maling kayu. Dan masih banyak lagi.

Mari kita sediakan peti mati untuk “tikus-tikus” tadi. Jangan hanya tikus sawah yang dirajam sampai mati. Kenapa tidak “tikus” berkaki dua?.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.