PAGI ini pak cek tak buka bengkel, ia sudah berdandan apik sekali. Sebuah baju takwa dan celana kain menjadi pilihannya kali ini. Usut punya usut ternyata ia akan ikut zikir akbar di Balai Gampong. Ia akan bergabung dengan warga lainnya.
“Kau juga harus ikut Gam, jarang-jarang kita bisa mengikuti zikir akbar seperti ini.”
Sebenarnya aku malas ikut acara seperti itu, tapi karena Pak Cek yang minta terpaksalah aku pergi, semua itu demi rambutku agar tak keriting diomeli Pak Cek. Padahal aku lagi asyik-asyiknya baca novel.
Setelah berjumpa dengan teman sebayanya, ia sama sekali tak peduli padaku, ini kesempatan untuk melarikan diri. Demi keamanan aku sembunyi di belakang balai dan akan keluar bila zikir akbar usai. Aku pun melanjutkan kegiatanku yang tertunda, baca novel.Tapi konsentrasiku kali ini pecah manakala mendengar hiruk pikuk warga yang mulai gerah. Mereka mondar-mandir tak tentu arah. Ada yang seperti orang kebingungan, dan selebihnya kelihatan tak sabar.
“Kapan zikir akbarnya dimulai, bajuku sudah kotor ini.” Kata seorang lelaki sebaya Pak Cek.
“Hah… zikir akbar, bapak salah tempat mungkin, orang-orang kemari bukan mau ikuti zikir akbar tapi mau mengambil modal kerja.”
“Ah, mana ada, kamu yang salah tempat…” Mereka saling bertekak, salah paham. Aku pun ngibrit ke samping balai, pas dekat ruang Ketua Gampong.
“Wah, saya bangga benar pada bapak, belum pernah ada aksi besar-besaran yang mendukung pemimpinnya seperti ini.” Suara seorang lelaki terdengar dari ruangan Ketua Gampong.
“Iya, saya juga heran, kenapa warga begitu antusias dan menganggap saya telah bekerja begitu keras untuk mereka, ya, walaupun sebenarnya memang begitu adanya,” ujar Ketua Gampong bangga.
“Benar pak, tapi yang saya heran, kalau saya baca Koran, masa kepimimpinan bapak sangat buruk dan jalan ditempat.”
“O… itu orang-orang yang iri yang bilang gegitu, hanya segelintir orang sirik saja, tapi coba lihat kenyataannya, seluruh warga mendukung saya.” ucap ketua optimis.
Begitulah cakap-cakap itu berlangsung, Ketua Gampong ketawa haha hihi. Senang minta ampun mendapat pujian. Bahkan giginya tak pernah basah untuk beberapa saat.
Konsentrasiku lagi-lagi pecah, ternyata untuk saat ini Balai Gampong bukan tempat yang aman untuk baca novel, dimana-mana ada suara meracau.
Suara hiruk pikuk kini pun berganti dengan zikir akbar. Para pezikir duduk bersila di atas terpal di depan balai gampong. Pak cek kelihatan muslihat sekali, sedikit gagap ia coba bicara di mikrofon.
“Marilah kita niatkan untuk pemimpin kita agar bisa bekerja lebih serius lagi.” Suara Pak Cek pun disambut beramai-ramai oleh warga dan tanpa jeda zikir pun dikumandangkan.
Ketua gampong kelabakan di dalam ruangan dan berteiak-teriak pada bawahannya.
“Kenapa ada acara zikir di luar sana. Ini kan acara aksi unjuk gigi, eh unjuk rasa untuk mendukung masa kepimimpinanku. Mana wartawan sudah hadir lagi, ini bisa kacau. Tak jadilah aku naik daun.” Ketua gampong gondok setengah mampus. Ia sesekali melongok ke luar jendela, wajahnya sangat frustasi. Giginya yang sedari tadi kering, kini basah kuyup dan menyelinap dibalik bibir.
“Maaf pak, sebagian mereka tak mau diajak aksi, ya sudah saya bilang saja ada zikir akbar, biar semua pada ikutan. He..he..” kata bawahannya menjelaskan sambil teugeureuheung dan cengar-cengir.
Keesokan harinya berita Amanruf tentang aksi itu menjadi headline Koran Hantom Salah. Judulnya tak tanggung-tanggung. “Warga gelar aksi zikir akbar ingatkan pemerintah.”[]