32/13

Saya lahir tanggal 32 bulan 13 tahun…,” kata Ari sambil menggaruk-garuk kepala mengingat-ngingat tahun berapa ia lahir.  Ia sedang memperkenalkan diri di depan kelas VII A SMP Benih Negeri. Diucapnya kalimat tadi pada kawan-kawan barunya. Sepontan seisi kelas tertawa terbahak-bahak, termasuk Buk Ajijah sang guru Matematika.

Pantas saja. Mana mungkin tahun Masehi bertanggal 32 dan bulan ke 13. Yang ada gaji ke 13 untuk PNS, kata Je pada Ari di kantin usai rehat dari kuliah. Hari itu, pada tanggal 23 bulan 3 yang kebetulan tanggal dan bulan lahirnya, Ari menceritakan pengalaman masa SMP pada Je. “Yaya, itu kenangan manis kawan. Tapi, kalau misalnya ada bulan 13, namanya apa ya? Tanya Ari.

“Barangkali bulan Honorember, cocok untuk pengambilan gaji ke-13 bagi pegawai negeri sipil di Indonesia,” jawab Je. “Hahaha, memang kau Je.” Tapi, kita mengaitkan perihal ini lebih kepada sifat menunda-nunda sebagian orang Aceh khususnya atau dan orang Indonesia umumnya. Ada kaitannya juga dengan budaya jam karet yang merupakan salah satu ciri khas (budaya) masyarakat bumi bagian timur.

Suka mengulur-ulur atau menunda-nunda waktu merupakan salah satu identitas sebagian besar orang Aceh. Sering terdengar ucapan “neupreh lee siat teuk (tunggu sebentar lagi)” dari mulut orang ber-Kartu Tanda Penduduk bertuliskan Daerah Istimewa Aceh atau Nanggroe Aceh Darussalam atau Provinsi Aceh. Contohnya pada Pilkada Aceh 2011. Mulanya direncanakan pada Oktober 2011. Tapi belum lama ini muncul ide dari beberapa intelektual Aceh untuk menunda Pilkada ke tahun 2012, dengan alasan mencegah terjadinya konflik pada detik-detik digelar pemilihan gubernur atau bupati, konflik yang muncul akibat beberapa pemimpin Aceh yang keras kepala.

Kecuali itu, sering juga yang meminta, “berikan saya waktu beberapa hari lagi”. Ada pula yang berkata, “andai sehari semalam berwaktu lebih dari 24 jam, misal sehari semalam 30 jam, tentu saya akan cepat menyelesaikan tugas. Lalu sempat beribadah. Sempat perhatikan keluarga, kerabat, saudara, kawan. Oh, andai saja 30 jam,” kata Je meniru beberapa orang berkata demikian, sehingga bertambah pula satu bulan lagi dalam setahun yaitu bulan ke 13 yang oleh Je akan memberikan namanya Honorember jika benar-benar ada. “Jikalau tak jadi 30 jam dalam sehari semalam, maka tambahkan satu hari lagi sehingga terdapat tanggal 32,” kata Je.

Kedengarannya seperti orang gila. “Tidak, tapi lebih dari gila. Orang gila saja tak pernah meminta adanya tanggal 32 dan bulan ke 13,” kata Ari hendak meluruskan pemikiran Je yang bukan-bukan. “Saya tak mengatakan yang kon-kon, tapi begitulah kenyataannya. Orang suka sekali menunda-nunda. Mulai dari pengembela yang menunda potong rumput untuk umpan kerbau, sampai pemimpin negara yang menunda-nunda ambil keputusan. Ya setidaknya ambil keputusan untuk tidak mandi junub jam 3 pagi, tapi tunggu dulu sampai jelang subuh ketika tidak terlalu dingin, haha,” balas Je.

Ya juga. Lalu, haruskah sampai membuat tanggal 32 dan bulan ke 13 dimana penghuni planet bumi akan goyang setelah (pasti) berdebat tentang itu? Tidak, jawab Je. Solusinya, hanya mengatur waktu saja. Pandailah mengelola waktu. Setiap ada luang, isilah dengan kegiatan yang patut dilakukan. Pastinya tak buang-buang waktu. “Orang kita sering mengatakan, ‘alah, tanggung 15 menit lagi, besok aja ah’  atau ‘kan masih lama deadlinenya’, dan sebagainya. Padahal 15 menit itu sangat berharga.”

Waktu adalah uang, kata orang Inggris. Waktu adalah pedang, kata orang Arab. “Tapi menurutku, waktu adalah sungai. Siapapun tak bisa menghentikan atau menarik kembali air sungai yang telah mengalir ke hulu. Manfaatkanlah air sebelum ia mengering,” kata Je, filosofis, “atau ia akan manghanyutkan rumahmu!” sambungnya.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.