Kapan-Kapan

Para artis bintang video porno telah minta maaf atas kesalahan moral mereka. Sementara pejabat korup dan penjabat tak becus mengurus negeri, kapan? Kata Apa Maun, permintaan maaf adalah sikap terhormat, dan apologi kesalahan sikap para pengecut.

Nah, bandingkan saja para bintang video porno tersebut dengan para penjabat yang seperti haba tadi. Ya, baik yang mana, ya? Tapi, jangan berpikir terlalu buruk untuk mereka, karena nanti kau juga seburuk mereka. Istilahnya, pencaci dan yang dicaci sama buruknya, karena mencaci, apalagi memfitnah adalah sebuah kejahatan.

Berharap sajalah mereka kapan-kapan berubah lebih baik. Ya, jika tidak kauusahakan mengubah mereka, maka berharap saja, jika harapan itu masih ada padamu. Seperti kata jenderal perang Inggris saat diserang Jerman dan hampir dikalahkan dulu, ia berkata, “Satu-satunya senjata yang kami punya kini hanyalah harapan.”

Kapan-kapan, pendidikan di negeri kita akan berimbang antara kota dan kampung, akan berimbang antara anak pejabat dan anak petani, akan berimpang antara ini dan itu. Akan, kapan-kapan. Begitulah yang sering kita dengar dan baca yang keluar dari mulut orang-orang cerdas dan terhormat.

Kapan-kapan kita, pasti kita temui warung kopi bukan tempat menggosip mencaci tapi tempat mengaji, kapan-kapan.

Kapan-kapan, kampung kita ini akan sebaik yang kita harapkan. Jika nanti baik, maka kita kacaukan lagi agar ada berita seru untuk kita gosipkan di persimpangan dan semua warung kopi. Maka, kapan-kapan, semuanya bisa terjadi.

Kapan-kapan apapun bisa terjadi. Misalnya, Kerajaan Aceh dulu tak ada, lalu ada dan kecil, lalu besar dan luas taklukannya, lalu diserang, lalu dijajah, lalu dapat peluang merdeka lagi, lalu diserahkan kepada bangsa lain, lalu Aceh jadi propinsi, lalu menuntut negara kembali, lalu perang, lalu damai, Aceh masih propinsi.

Kapan-kapan jangan heran bila Aceh menjadi negara berdaulat kembali, atau malah pecah berkeping-keping seperti piring kaca jatuh dari lantai duapuluh ke halaman berbatako. Jangan heran bila kapan-kapan Aceh bahkan bukan lagi propinsi.

Kapan-kapan, Aceh, jangankan propinsi, kabupaten pun tidak. Jangankan kabupaten, Aceh, sebagai kecamatan pun tidak. Jangankan jadi kecamatan, jadi mukim saja bukan. Ya, jangan heran bila kapan-kapan Aceh hanya sekedar nama sebuah kampung.

Nah, kapan-kapan, mungkin Aceh cuma sekedar judul sebuah lagu atau buku atau lukisan atau nama produk atau nama perusahaan atau nama apalah, seperti Apache. Seperti kau dan aku, dulu tak ada, kini ada, dan kapan-kapan tak ada lagi, tinggal kenangan, dan siapa yang lebih kuat, dialah yang namanya dicatat sepanjang zaman.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.