SELAMA ini Nyak Kaoy dan Dokaha dikenal sebagai pembicara ulung dalam permasalahan sepakbola dunia dan nasional. Terutama sepakbola di negeri yang menjadikan burung sebagai tuannya. Maka, di negeri itu, kabar burung pun sering dijadikan rujukan sebagai informasi rakyatnya.
Kabarnya, tatapi ini bukan kabar burung bahwa sepakbola di negeri tersebut dipolitisasi oleh Partai Kuning. Sehingga, partai biru, merah, hitam, dan partai warna-wani pun ikut-ikutan protes. Sampai-sampai, Abu Min dan Abu Din mau deklarasi pengurus tandingan.
Topik pembicaraan Nyak Kaoy setiap pagi di warong kupi Pak Haji bersama Dokaha akhir-akhir ini beralih ke soal Palu yang belum diketok-ketok oleh para Waki Rakyat. ”Peu alasan Waki Rakyat kita itu tak jadi ketok-ketok palu, pungsi mereka di lembaga De Pe Er adalah untuk mensijahtrakan tanyoe-tanyoe mandum,” Nyak Kaoy membuka pembicaraan.
Abu Min yang sehari-hari bekerja bidang palu-paluan, pada kesempatan itu juga turut angkat keung (bicara). ”Kalau di tempat saya tugas, di Lembaga Palu-paluan, setiap ketokan palu itu menentukan nasib seseorang,” kata Abu Min menyambung pembicaraan Nyak Kaoy.
Nyak Kaoy melanjutkan celotehnya, “Palu sering jadi penentu baik dan buruknya nasib seseorang. Bahkan, sebuah negara merdeka dan rakyatnya sijahtera juga dipengaruhi oleh sebuah bunyi yaitu ketukan palu.”
Abu Min yang terlihat tak sabar, kembali mengajukan pertanyaan khasnya. ”Jika ditanya rakyat kita, apa perkara wakil kita tak ketok-ketok palu?”
“Bek rayeuk that neu peugah, enteuk ji pasou lam guni (jangan besar kali suaranya, nanti dimasukkan ke goni),” sanggah Nyak Kaoy mengingatkan Abu Min yang terlalu bersemangat membahas soal palu.
”Jaman sekarang di negeri kita, Nanggroe Hana Karu-karu (NHKK), tak ada istilah lagi hal-hal seperti itu,” bantah Dokaha yang duduk manis sambil menyerumput segelas kupi pancong.
Nyak Kaoy kepada tiga orang karibnya menjelaskan bahwa banyak perkara palu itu tidak diketok-ketok. Salah satunya, papar dia, adalah palu tersebut terlalu besar dan berat. “Jadi wakil kita di Gedung De Pe Er harus sangat hati-hati. Setelah palu terangkat tinggi-tinggi, bisa-bisa palu itu jatuh ke kaki atau ke atas kepala mereka.”
”Ha.. Ha.. Ha.. Ha.. Ha..” ketiga rekan-rekan Nyak Kaot tanpa komando tertawa bersama. ”Tapi, menyoe malam nyoe rhet pale itu di gedung nyan, singoh ka jeut tacok peng tanyoe bak gob,” timpal Dokaha.
”Kita tak bahas peng, pang, pong, kita diskusi soal palu,” Nyak Kaoy mengarahkan topik diskusi. ”Tapi, di Nangroe Hana Karu-karu ini, antara peng, pang, dan pong, sekarang punya hubungan erat hai Tengku Apa,” Bantah Apa Do, julukan resmi buat Dokaha.
”Bek tameudawa, soal hubungan erat, hubungan longgar, dan hubungan-hubungan lainnya nanti kita bahas lain pagi. Yang penting, palu itu harus diketok, na cara,” tandas Nyak Kaoy bijaksana.[]