Atom Brok

PULANG sekolah, Jailani kecil mencari atom brok bersama kawannya: Isan, Brahim, dan Ari. Atom brok, sebutan orang Aceh untuk benda bekas yang berbahan dasar plastik. Lebih tepatnya, barang rongsokan. Biasanya, mereka pergi ke belakang warung, barangkali ada botol minuman bekas di sana. Mereka juga mencari ke sudut-sudut rumah di kompleks perumahan mereka, barangkali ada kemasan kosmetik bekas yang dibuang empunya. Atau mereka sengaja meminta ember-ember bekas pada tetangga yang tak punya anak-anak. Pernah juga mereka mengambil ember atau timba orang, di mana barangnya masih bagus. Ketika sudah banyak, mereka pun  menunggu pembeli atom brok.

Ada musik yang berdendang di jalan kampung, itu tandanya sang pembeli atom brok sudah datang. Ketika terdengar lagu India, dangdut dan nostalgia, Jailani dan kawan-kawan langsung lari mengejarnya. Lalu mereka mendapati lelaki penjual atom brok yang mengayuh becak sepeda atau becak mesin. Riang sekali. Atom brok dihargai per kilo. Kalau harganya turun dari kemarin, misal dari 1000 rupiah jadi 500 rupiah, tak segan-segan mereka memalingkan wajah pada pembeli yang lain.

Sang pembeli juga punya akal-akalan. Andai atom brok Jailani dan kawan-kawan sedikit saja tak sampai pada timbangan genap, misal setengah ons lagi tak cukup satu kilo, ia akan menyuruh mereka untuk menambahkannya biar pas timbangan dan uangnya. Maka Jailani akan masuk rumah dan diriteueh (digeledah) seisi rumah. Biasanya, ia akan mengosongkan parfum emaknya, atau dipecahkan ember yang masih bagus kalau emak tak ada di rumah. Lalu dijualnya. Sudah dijual, Jailani senang. Dan, sang pembeli bersiul sambil mengayuh becak bermusik yang mengalun-alun masuk ke lorong-lorong kampung, sebelum menjualnya lagi kepada penampung/agen untuk dibawa ke pabrik guna didaur-ulang. Sementara Jailani dan kawan-kawan, dengan uang itu, mereka membeli es krim. Seketika uangnya habis. Tak jadi untuk ditabung.

“Maka jadilah kamu seperti atom brok. Walau sudah rusak, ia bisa menyuburkan ekonomi rakyat kecil. Dan jangan jadikan dirimu seperti ‘catok brok’, yang kalau sudah rusak tak bisa dimanfaatkan lagi,” pesan Jailani ketika ia dewasa. Maksud Jailani, jadilah orang yang pernah berguna bagi orang lain. Misalnya bila nanti dirimu sakit, maka akan ada yang membantu. Jika kamu butuh bantuan, orang lain pun rela bersedia.

Benar sekali. Catok brok (cangkul rusak), samasekali tak bisa dimanfaatkan lagi kecuali gagangnya dimakan rayap dan mata cangkulnya berkarat. Tapi atom brok, mulai dari pengumpulnya dapat uang meski kemudian difoya-foyakan, hingga ia bisa didaur ulang untuk diolah jadi barang baru. Siapa tahu kendaraan yang Anda tunggangi adalah berbahan baku dari atom brok yang telah diolah? Bisa jadi. Maka, bertemanlah Anda dengan atom brok! Singkirkan catok brok!'[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.