Ada-ada saja sebagian orang Aceh dalam berbahasa. Era 1990-an semasa Jailani kecil, ia mendengar bahasa unik yang digaung-gaungkan orang kampungnya. Ia mendengar orang-orang berbicara dengan menggunakan awalan ‘ser’ pada setiap sukukata yang diucap. Saat itu ia hanya mendengarnya di Pidie.
Namun ketika ia sudah kuliah, ternyata penggunaan kata ‘ser’ juga terdapat di kabupaten lain di Aceh. Jailani mengetahuinya dari teman kuliahnya asal Meulaboh, Aceh Barat. Kamda nama si teman. Kamda menyebutkan, orang Meulaboh juga sempat memopulerkan ‘Bahasa Ser’ itu. Ya, kini Jailani berani menamakannya Bahasa Ser.
Bahasa Ser yaitu setiap sukukata diawali dengan kata ‘ser’. “Gampang sekali mengikutinya,” Je mulai menceritakan pada teman kerjanya suatu malam yang gerimis. Bahasa ini lebih asyik kedengarannya dibanding membaca. Uniknya, Bahasa Ser bisa masuk ke dalam semua bahasa daerah/negara manapun. Pastinya, tak mengalami perubahan makna. Sebab ‘ser’ itu kata tak bermakna, hanya ciptaan sebagain masyarakat Aceh saja, mungkin sebagai iseng-isengan dan sebuah kreatifitas serta tak bermaksud lebay.
Bahasa Aceh, misal frase: gubernur paleh. Maka bila dialihkan ke Bahasa Ser menjadi: sergu-serber-sernur serpa-serleh. Sehingga ketika seseorang menghujat gubernur yang jahat dengan memakai Bahasa Ser itu tak terdengar kotor. Kemungkinan sekali tak diketahui pada awalnya. Baru ia tahu bila sudah berpikir kali kedua atau bahkan berkali-kali.
Bahasa Inggris, “contohnya?” tanya Si Him. Kata: book (buku). Bahasa Sernya menjadi: serbook. Bahasa Jepang: arigato, menjadi: sera-serri-serga-serto. Kalau Bahasa Itali, misal: numero uno (nomor satu), menjadi: sernu-serme-serro seru-serno. Atau Bahasa Arab: kaifa (bagaimana), menjadi: serkai-serfa. Bahasa Jerman: eine abrechnung (menuntut balas), menjadi: serei-serne sera-serbrech-sernung. Bahasa India: nehi (tidak), menjadi: serne-serhi. Bahasa Myanmar: boh (komandan/pemimpin), menjadi: serboh. Dan lain-lain.
Sampai 2008, hasil pemetaan bahasa yang dilakukan Balai Bahasa Banda Aceh, “bahwa bahasa di Provinsi Aceh meliputi Bahasa Aceh, Bahasa Gayo, Bahasa Gayo, Bahasa Sigulai, Bahasa Devayan, Bahasa Batak, Bahasa Melayu, dan Bahasa Jawa,” kata Je mengutip salah satu artikel budaya mengenai tradisi lisan di Aceh. Maka kalau misalnya ditambah dengan Bahasa Ser dan Bahasa Balek, “Aceh semakin kaya bahasa,” sambung Si Him. “Serha serha serha serha.”[]