Banda Atjeh 1968

Banda Aceh Tempoe Doeloe

Bagaimana Banda Atjeh pada tahun 1968? Dengarlah cerita yang dituturkan sebuah buku harian mengenai suasana kota Banda Atjeh dan masyarakatnya saat itu, satu hari menjelang 1968 berakhir.

Tahun 1968 diakhiri pada hari ini, hari Selasa. Esok hari Rabu tanggal 1 Djanuari 1969, merupakan hari tahun baru. Tahun baru jang merupakan hari raja bagi seluruh umat manusia di dunia, terketjuali umat muslim, jang baru beberapa hari jang lalu baru sadja berhari raja 1 Syawal 1388 H.

Apa jang kita alami tahun 1968 sama kita rasa pahit suka dukanja. Jang beruntung bernasib baik kita lihat mundar-mandir mengendarai automobile, sedan, djip, bus. Rumah mereka jang bermobil mentereng tjukup dengan alat hiasannja jang indah permanen.

Jang bernasib baik lain kita lihat djuga mereka mengendarai motorfiets, scooter, Honda, bromfiets jang memenuhi sepanjang djalan di kota Banda Atjeh ini. Akan tetapi tidak kurang pula jang bernasib malang dan menderita. Banjak pula jang rusak pikirannja berbadju compang camping. Ada jang makan sekali sehari, itupun kalau ada jang mau menderma. Sebahagian mereka pun mencopet kerdjanja, oleh karena kesempitan lapangan pekerdjaan.

Harga beras pada tahun 1968 telah pula memetjahkan rekor, jakni 100 rupiah per bambu, hal mana semakin membawa manusia kepada nasib buruk. Pegawai negeri, dari segala golongan terlebih jang pangkatnja atasan tidak luput dari korupsi. Sehingag dari surat surat arsip, kertas kertas jang disimpan di kantor habis melajang ke pasar Atjeh diperdjual belikan. Sedangkan jang pangkatnja atasan lebih heibat lagi korupsinja, sehingag motor dinasnja dipersewakan.

Harga barang sandang dan pangan terus naik setiap hari. Perusahaan anak negeri mulai dari pertanian, pertukangan dan lainnja sangat kurang. Perkebunan dan persawahan tidak diperhatikan orang, sehingga hasil kebun dan sawah tidak tjukup bagi negeri sendiri apalagi dikirim ke negeri orang.

Tukang emas, pandai besi jang dahulu ada hampir di setiap perkampungan, kini tidak dikerdjakan orang lagi. Tukang emas dimonopoli bangsa Tjina, seperti jang dapat kita lihat di Pasar Atjeh. Orang Atjeh hanja berniaga melalui Firma, CV, NV, dan kongsi kongsi. Contractor namanja. Banjak jalan telah pun rusak, berikut djembatannja. Bangunan lama dan baru rusak, akibat tidak terpelihara dan bahan bangunannja sangat djelek. Itupun telah merugikan negara tampaknja.

Jang lebih heibat lagi tingkah laku manusia pun tidak lagi menjenangkan, walaupun Sjariat Islam sudah dipompakan dengan sehebat hebatnja. Tahun 1968 telahpun kita lalui jauh lebih buruk dari tahun 1967. Esok, tahun 1969 akan lahir tahun baru dalam almanak. Kita doakan dapatlah hendaknja kita alami perubahan jang baik dan menjenangkan.

Harapan si penulis tampaknya sia-sia, hingga hari ini. Tak salah bila masa lalu terus menjadi mimpi, masa raja-raja memimpin negeri.

Atjeh nyoe dilee  geuthe that meugah, masa peurintah bak raja raja. Nyang that meusyehu makmu ngon meugah, masa peurintah Iskandarmuda.[]

One thought on “Banda Atjeh 1968

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.