Geunteut

Seorang anak bercerita kepada bapaknya, kalau ada tetangga yang menceritakan semalam melihat geunteut, sejenis maop yang konon mampu menerbangkan seorang manusia yang dalam tidurnya, saat bangun biasanya sudah berada di sebatang pohon yang tinggi, tak bisa turun lagi.

Kata anak itu seperti dikatakan tetangga, geunteut itu malam kemarin tampil beda, kalau biasanya geunteut muncul dalam tidur seseorang, kali ini geunteut muncul di tengah kerumunan anak-anak yang sedang bermain di halaman sebuah rumah di kawasan Sagoe, Bireuen, kota yang kini dikuasai para geunteut.

“Geunteut itu mengenakan pakaian serba putih, makin tinggi pandangan kita makin tinggi pula dia, anak-anak pada lari ketakutan,” kata anak itu diamini abangnya yang turut mendengar cerita tentang geunteut yang konon berwajah angker, tetapi tidak satupun dari anak-anak yang melihat geunteut itu tahu bagaimana wajah geunteut.

Konon, geunteut mendekati korbannya saat korban sedang tertidur, geunteut mampu mempengaruhi korbannya diajak bermimpi hingga di peu ek u cong bak trieng atau pohon rindang lainnya, atau korban dibawa terbang ke pohon rindang, dalam keadaan tertidur diletakkan di ujung dahan. Korban akan sadar paginya dan berteriak minta bantu untuk turun. Entahlah…..

Karena cerita geunteut itu maka dalam dua hari terakhir adik dan sang abangnya itu selalu dalam ketakutan, ke kamar mandi saja harus dikawani karena takut geunteut, menurut keyakinan adik dan abang itu geunteut itu berbentuk apa saja. Berbentuk bola, sepeda, benda apa saja, bahkan bisa berbentuk dinding rumah.

Sementara itu seorang tetangga dari kalangan terpelajar mencoba menjelaskan makna geunteut kepada ibu dari adik dan abang itu. Dia mengatakan geunteut itu hanya cerita bual para orang tua agar anaknya patuh, seperti menakuti dengan maop. Agar anak-anak tidak keluar rumah, terutama malam hari.

Adik dan abang itu pun paham, kalau geunteut itu sebenarnya tidak ada, merekapun kembali berani ke kamar mandi dan mengambil air minum di dapur tanpa harus dikawani, serta tidak lagi takut kepada dinding, karena geunteut tidak berbentuk dinding dan benda lain yan ada dalam rumah.

Sementara kata seorang teman yang saya tanyai saat berjumpa di sebuah warung “Jaga Gengsi” di seputaran kediaman raja nagari. Kalau perkara geunteut yang diceritakan seorang adik dan abangnya itu cerita kuno dan sudah jarang beraksi dan terdengar lagi. Geunteut era baru sekarang berubah wujud dan makin berbahaya.

“Karena zaman sudah berubah, geunteut sekarang sudah berubah wujud menjadi beberapa bentuk dan mempunyai jabatan yang mantap dalam mengurus negeri, baik pejabat geunteut resmi maupun pejabat geunteut bayangan yang tidak kalah berpengaruh karena berasal dari mantan geunteut, yang juga jago intimidasi,” kata teman saya.

Zaman sekarang para geunteut berubah wujud bisa melotot dan terang-terangan menghardik dan menekan pejabat geunteut di kerajaan nagari geunteut. Baik saat menyodorkan proposal bantuan atau meminta agar perusahaan yang disokong para geunteut agar dimenangkan pada perlombaan meu rayek-rayek peungeut.

Karena para geunteut semakin merajalela, banyak kalangan pejabat kerajaan nagari geunteut tidak mau ikut lagi dengan kemauan geunteut eklusif ini. Karena geunteut itu hanya mau keuntungan dari pekerjaan meu rayek-rayek peungeut sementara persoalan hukum dan kualitas tidak dipertimbangkan.

Seiring waktu, kalangan geunteut semacam itu pun terpecah pada kepentingan perut kelompok geunteut yang berbeda diantara sesama koloni geunteut. Geunteut macam itu dulunya bisa memanggil kawan-kawan geunteut sealiran lainnya untuk ikut menakuti para geunteut dari jenis lainnya.

Sekarang beda, para geunteut sudah berkelompok, mereka tidak lagi setia dengan titah sang raja geunteut, apalagi wali geunteut. Kehidupan harus dilanjutkan, maka kelompok-kelompok geunteut yang dulunya menyiram pohon pang geunteut agar rindang sekarang kini beralih.

“Daripada selalu berteduh dibawah pohon besar milik pang geunteut, kita hanya dapat angin, sementara nama kita-kita terjual hingga ke pusat kerajaan nagari raya. Lebih baik kita tanam pohon milik kelompok sendiri meski kecil tetapi sanggup untuk dinikmati rame-rame,” kata aneuk geunteut di bagian barat nagari.

Kalangan pengamat geunteut mengajak kepada para geunteut yang berubah wujud dari wujud ahlinya untuk kembali ke koloninya sebagai geunteut murni dan tidak terpengaruh dan mempengaruhi geunteut lainnya. Geunteut harus kembali ke jalan yang benar.

Baiklah seperti habanyan laju, silakan geunteut meucuca terus, sudah kuturi dia, ha…ha… ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.