Imam Dari Pulau

Alkisah. Tiga orang pemuda hidup di sebuah desa kecil. Mereka bertiga adalah pemuda yang rajin dan dikenal baik di kalangan masyarakat. Ketiganya juga rajin salat berjamaah di masjid.

Suatu ketika seusai salat magrib di masjid, seorang imam yang sudah sangat tua memanggil ketiga pemuda. Kemudian ketiga pemuda tersebut memenuhi panggilan imam tersebut. Tampaknya sang imam ingin menyampaikan sesuatu. Para pemuda tesebut mencium tangan sang imam tersebut sebagai tanda hormat, kemudian mereka duduk di depan sang imam dengan penuh rasa rendah diri.

Sang imam yang duduknya agak sudah sedikit membungkuk, jenggot dan rambut yang sudah memutih, kulit yang sudah berkerut, dengan nada bicara yang bergetar, menyampaikan sesuatu kepada ketiga pemuda yang sangat hormat kepada orang tua.

“Wahai anak-anakku, lihatlah saya ini, lihatlah keadaan kampung kita ini. Dan coba lihat bagaimana pemuda-pemuda di kampung kita yang sebaya dengan kalian,” kata sang imam dengan nada bicara bergetar, tampak ia tidak lama lagi di dunia ini. Terdengar pekikan batuk tiga kali dari sang imam, kemudian dia melanjutkan lagi pembicaraannya kepada ketika pemuda tersebut.

“Saya ini sudah sangat tua, saya hanya satu-satunya imam di kampung ini. Umur saya tidak lama lagi wahai anak-anakku. Saya takut anak-anakku, saya takut jikalau tuhan telah mengambil nyawaku, siapa lagi yang yang menggantikan aku? Siapa lagi yang jadi imam? Siapa lagi yang menyalati jenazah? Siapa anak-anakku?” Tanya sang imam dengan suara keras hingga air mata berderai di pipinya. Ketiga anak muda tersebut juga ikut meneteskan air mata mereka. Mereka saling bertatapan muka ketika mendengar nasehat dari sang imam tersebut.

“Anak-anakku, tahukah kalian mengapa aku mengungkapkan isi hatiku kepada kalian?” Tanya sang imam lagi. Para pemuda saling bertatapan dan menggelengkan kepala tanpa menjawab dengan kata-kata tanda tidak tahu jawaban dari pertanyaan sang imam.

“Saya sengaja memanggil kalian, karena hanya pada kalian yang hanya bisa saya titipkan harapan saya. Karena saya melihat hanya kalian bertigalah yang terbaik dari pemuda-pemuda yang lain di kampung ini. Kalian rajin salat berjamaah, kalian ta`zim kepada orang tua, kalian berakhlak mulia. Maka saya menaruh harapan kepada kalian agar kalian mejadi pengganti saya di kelak hari jika saya tiada lagi,” pinta sang imam dengan penuh harapan.

Lalu ketiga pemuda tersebut saling bertatapan muka. Kemudian seorang dari mereka mengatakan kepada sang imam, ”Pak imam, kami mau menuruti apa kata pak imam. Memang kami juga mengawatirkan keadaan Pak Imam. Tapi kami ini orang-orang yang tidak ada ilmu, bagaimana kami bisa menggantikan Pak Imam?” Keluh seorang dari ketiga pemuda tersebut.

“Tenang saja wahai pemuda. Di pulau seberang ada seorang ulama shalih yang terkenal sangat wara`, kalian harus belajar padanya. Insya Allah setelah kalian belajar di sana, kalian akan bisa menggantikanku jika aku telah tiada nanti,” kata sang imam dengan gembira karena sudah ada calon penggantinya.

Kemudian ketiga pemuda tersebut bermusyawarah. Keesokan harinya mereka langsung berangkat ke pulau seberang untuk belajar pada seorang ulama shalih yang ditunjukkan sang imam. Sesampai di pulau seberang mereka bertemu dengan ulama shalih. Ulama salih tersebut menerima ketiga pemuda sebagai muridnya.

Namun, ulama shalih tidak mengajarkan mereka. Sampai berbulan-bulan ketiga pemuda hanya disuruh bekerja. Ketiga pemuda bertanya-tanya mengapa mereka disuruh bekerja, padahal tujuan mereka menuntut ilmu. Lalu seorang dari ketiga pemuda memutuskan untuk pulang kampung saja, karena ia merasa dipermainkan oleh ulama shalih. Tinggallah dua pemuda lagi. Mereka berdua tetap bertahan dan bersabar. Mungkin mereka hanya disuruh bekerja dulu, baru diajarkan ilmu-ilmunya kepada mereka.

Setahun sudah kedua pemuda bekerja di tempat orang shalih. Namun keduanya masih disuruh bekerja saja. Lalu seorang diantara keduanya hilang kesabaran dan memutuskan untuk pulang kampung juga. Akhirnya tinggallah seorang lagi.

Ternyata, ulama shalih tersebut menguji kesabaran ketiga pemuda tersebut. Karena ia menginginkan muridnya adalah orang yang sabar dan tabah. Seorang pemuda lagi yang masih bertahan di tempat ulama shalih akhirnya dijadikan sebagai muridnya dan diajarkan segala ilmu yang ada padanya. Hingga akhirnya pemuda yang satu ini menjadi ulama besar dan menjadi pengganti sang imam di kampungnya. Sementara kedua pemuda yang menyerah tadi tidak mendapat apapun dan tidak menjadi apapun.
Ternyata ilmu itu didapat dari kesabaran dan usaha keras. Pepatah arab mengungkapkan man shabara zhafira, siapa bersabar beruntunglah ia.[]

2 thoughts on “Imam Dari Pulau

  1. Ada banyak hal yang patut direnungkan andaikan kita membuka kilas balik sejarah Aceh dari tempo dulu sampai saat ini. Dalam sejarah, Aceh pernah mencapai kejayaaan dalam berbagai bidang sehingga Aceh dikenal sebagai kerajaan kaya raya karena kemakmuran yang dimiliki rakyatnya. Hal ini disebabkan berkat keberadaan seorang pemimpin yang disegani rakyat, kejujuran yang ia miliki dan ketaaan terhadap hukum Negara maupun hukum Allah, mereka tidak pernah berkhianat dan menelantarkan rakyatnya dalam penderitaan dan kesengsaraan, mereka tidak pernah meletakkan kepentingan pribadi di atas kepentingan rakyat, tidak memiliki sifat rakus dan tamak kepada harta dan kekayaan sehingga martabat dan marwahnya hilang dalam pandangan rakyat, kebagusan sifat mereka menjadi penyebab sehingga mereka terus dikenang oleh rakyatnya, bahkan sampai besok nama mereka terus menjadi kenangan sejarah bagi semua anak negeri sebagai pemimpin yang jujur dan setia kepada rakyatnya.

    Setelah terjadi konflik vertikal antara rakyat Aceh dengan pemerintah pusat mengakibatkan semakin terbuka kran masuknya dana ke Aceh. Tapi anehnya, makin banyak dana yang mengalir ke Aceh, makin banyak pula terjadi penyimpangan dan penyalah gunaan anggaran rakyat oleh penguasa, ini merupakan sebagian kasus yang terungkap oleh media, ada berapa banyak kasus yang luput dan tidak terjamah oleh publikasi media. Karena ulah penguasa yang rakus tersebut, rakyat terus berkubang dengan air mata kemiskinan, naiknya harga kebutuhan pokok mengakibatkan kehidupan rakyat semakin terjepit oleh tembok penderitaan, belum lagi kesulitan untuk mendapatkan penghidupan yang layak, pelayanan kesehatan dan pendidikan yang terjangkau oleh semua kalangan. Bukan rahasia umum lagi, bahwa belakangan korupsi begitu marak terjadi di daerah syari’at ini, mungkin mereka menggap korupsi merupakan hal yang lumrah dilakukan pejabat untuk mendapatkan penghasilan tambahan di luar gaji tetap yang mereka terima setiap bulannya.

    Pemimpin yang sukses harus mampu menerjemahkan cita-cita rakyat menjadi suatu kenyataan. Tetapi berapa banyak pemimpin saat ini yang mengecewakan rakyatnya dengan menyalahgunakan uang rakyat dengan tujuan yang tidak jelas, kita menyaksikan di media, baik cetak maupun elektronik, tanpa henti-hentinya di suguhkan berita tentang penyelewengan dana oleh penguasa untuk memperkaya diri dan rekan sejawat dengan uang haram tersebut, sementara rakyat hanya bisa menyaksikan dengan penuh kekecewaan lakon pemimpinnya yang sama sekali tidak amanah dan mengkhianati janjinya, rakyat cuma bisa diam terpana dalam kehidupan berlunta-lunta dengan kemiskinan dan kesengsaraan karena diabaikan oleh sang pemimpin yang cuma tau isi perut sendiri, matanya telah silau dengan kekayaan dan kesengan dunia, ia lupa dengan tanggung jawab yang sedang diembankan kepadanya oleh rakyat dan oleh Allah Swt. Ia telah berani mengkhianati janji dan membohongi rakyatnya. Padahal ia tau kejujuran akan menghantarkan seseorang untuk mendapatkan kasih sayang Allah dan membawa kepada kebaikan, dan kebaikan akan menghantarkan kita ke surga.

    Dalam kehidupan dunia, kejujuran memiliki andil yang begitu besar untuk mencapai kesuksesan. Seorang pedagang akan cepat maju andaikan ia memiliki kejujuran, kerena sama-sama beruntung dan tidak ada pihak yang dirugikan. Seorang pemimpin akan berhasil dalam menjalan tugasnya andaikan ia mengedepankan kejujuran, bahkan ia akan tetap dikenang sekalipun tidak lagi menjabat sebagai pemimpin karena kejujuran yang ia miliki sehingga menghantarkan rakyatnya kepada kesejahteraan dan kemakmuran. Sebaliknya, seorang pemimpin yang berbohong dan menipu rakyat akan selalu dihujat karena pengkhiatan kepercayaan yang ia lakukan, sekalipun ketika ia tidak lagi menjabat sebagai pemimpin. Bahkan mungkin saja rakyat akan tetap mencercanya sebagai pemimpin yang mengkhianati rakyat walaupun ia sudah menghadapi alam kubur.

    Tidak dapat dipungkiri yang bahwa korupsi merupakan suatu permasalahan yang memiliki efek yang begitu besar terhadap rakyat. Suatu daerah yang kaya raya, tetapi rakyatnya bisa hidup kelaparan dan berada dibawah garis kemiskinan kerena korupsi yang dilakukan seorang pemimpin, korupsi bisa mengakibatkan kondisi suatu bangsa mengalami berbagai krisis multidimensi dalam waktu yang panjang. Tindakan koruptor merupakan suatu penyakit kejiwaan yang sangat kronis, namun masih bisa disembuhkan dengan keseriusan semua pihak, terutama koruptor itu sendiri untuk melakukan terapi dan metode penyembuhan yang kontinyu.

    Sumpah ketika pelantikan yang dilakukan para pejabat belakangan ini untuk menjalankan tugasnya sesuai undang-undang dan menjalankan amanah rakyat cuma sebatas formalitas saja, tidak membuat mereka sadar dan menganggap sebagai suatu ancaman untuk tidak melakukan korupsi. Bila dihubungkan perbuatan korupsi yang dalakukan para pejabat Negara dengan sumpah jabatan yang diucapkan setiap pelantikan, maka ditemukan suatu kesamaan antara perilaku dengan ini sumpah, yakni berdusta, melanggar janji dan mengkhianati amanah yang diberikan rakyat.

    Seorang pemimpin yang melakukan korupsi maka ia telah melakukan dua kesalahan besar, pertama ia telah melakukan pembohongan publik dengan mengambil dan menggunakan uang rakyat untuk kekayaan pribadi dan kelompoknya. Kedua ia telah mengkhianati kepercayaan rakyat terhadapnya, bahkan telah mengkhianati janji (sumpah) yang telah ia lakukan atas nama Allah ketika dilantik sebagai pemimpin. Tindakan penipuan dan pengkhianatan terhadap janji merupakan pelanggaran besar, Rasulullah memberikan predikat sebagai orang munafik bagi mereka yang melakukan penipuan dan pengkhiat terhadap janji, baik kepada Allah maupun semua rakyatnya. Sebagaimana sabdanya:

    Artinya:

    “Seseorang itu dianggap munafik bila tiga macam sifat ada padanya meskipun dia shalat, berpuasa dan mengaku orang mukmin, yaitu: apabila berbicara dia berdusta, bila berjanji dia mungkir, dan bila diberi kepercayaan maka dia berkhianat.”

    Islam sangat menentang keras tindakan korupsi disebabkan cukup banyak masalah yang terjadi akibat tindakan terkutuk ini, mulai hancurnya perekonomian, lemahnya penegakan hukum akibat tidak bisa melakukan tindakan kepada koruptor karena kelihaian yang ia lakukan, bahkan menampakkan dirinya sebagai pemberantas korupsi padahal ia sebagai koruptor ulung sehingga perbuatan mencuri uang rakyat yang ia lakukannya sulit teredeteksi oleh pihak terkait maupun karena keredaan hukum yang berpihak kepadanya, hal ini juga mengakibatkan hukum tidak bisa berjalan dengan maksimal dalam semua lini kehidupan.

    Al – Qur’an melalui surat at – Taubah ayat 75 – 78 membicarakan tentang manusia yang ingkar janji kepada Allah dengan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kebenaran,

    Artinya:

    “Dan diantara mereka ada yang berjanji kepada Allah, sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian karuniaNya kepada kami, niscaya kami akan bersedekah dan kami termasuk orang yang saleh. ‘setelah Allah memberi mereka sebagian dari karunia-Nya, maka mereka kikir dengan karunia itu, mereka berpaling serta menentang (kebenaran). Maka Allah menimbulkan kemunafikan dalam kalbu mereka sampai hari mereka menemuiNya, disebabkan mereka telah mungkir kepada Allah terhadap apa yang telah mereka janjikan kepadaNya dan juga karena mereka selalu berdusta”.

    Ahli tafsir misalnya Ibnu katsir dan lainnya berpendapat, yang dimaksud Allah dalam ayat ini adalah kepada mereka yang mengingkari janji dengan apa yang telah di ucapkan setelah Allah memberikan karuniaNya. Kemudian mereka dikatakan juga berpaling serta menentang kebenaran yang berarti melakukan sesuatu yang berlawanan dengan syari’at agama, misalnya berkhianat terhadap amanah yang diberikan sehingga merugikan bangsa dan Negara. Mereka digelar oleh Allah dengan gelar orang munafik. Mereka yang melakukan korupsi bukan hanya menghadapi tuntutan hukum dari Negara akibat melagnggar undang-undang tetapi juga akan menghadapi mahkamah Allah di hari kiamat, pengadilan Allah begitu adil sehingga tidak ada seorang yang bisa luput dari jeratan hukum azab api neraka.

    Ajaran Islam mencakup dalam seluruh dimensi kehidupan umat manusia, Islam mengatur bukan hanya masalah hubungan manusia dengan Tuhan tetapi juga masalah kesejahteraan ummat, mulai masalah sosial, ekonomi termasuk masalah administrasi Negara dan pelayanan bagi pejabat pemerintah. Dalam Islam tidak ada larangan untuk memberikan fasilitas yang memadai buat para pemimpin, apabila tidak punya rumah maka ia berhak mendapatkan rumah yang disediakan oleh negara, tidak punya pembantu maka disedikan, diberikan kendaraan untuk menjalankan tugasnya dan lainnya agar mereka lebih terfokus dalam bekerja untuk melayani dan memikirkan untuk kepentinga rakyat. Semua itu tentunya harus sesuai dengan kemampuan keungan Negara atau daerah yang dalakukan secara transparan agar tidak terjadi fitnah, semua itu diatur dalam Islam.

    Pemimpin di Negara ini juga mendapatpan pelayanan dan kebutuhan yang lebih dari cukup yang disediaka oleh rakyat, meraka mendapat fasilitas yang lengkap dari Negara, mulai dari rumah mewah, mobil mengkilap, sampai makanan yang istimewa setiap hari mereka makan. Semua fasilitas itu diberikan agar mereka bisa hidup lebih tanang agar maksimal memikirkan kesejahteraan rakyat, namun sebaliknya Islam mengecam keras perilaku pemimpin yang mengambil lebih dari hak yang yang telah ditentukan, memperkaya diri bahkan sibuk mengurusi kekayaan hasil korupsi sehingga lupa untuk memikirkan kesejahteraan rakyat.

  2. Rabithah Thaliban Aceh (RTA) didirikan saat situasi politik Aceh sedang diterpa badai revolusi pasca konflik berkepanjangan yang digagaskan oleh kaum aktifis muda pada era Reformasi pasca lengsernya Orde Baru. Walaupun setelah pencabutan DOM, Aceh kembali diterpa konflik dengan dikirimnya pasukan PPRM dari Kepolisian. Seluruh kekuatan di Aceh mengorganisasikan diri dalam rangka mempercepat revolusi tersebut. Hasilnya, ratusan ormas dilahirkan termasuk RTA dalam rangka membangunkan generasi baru Aceh dari ketertinggalan dalam isu-isu strategis menyambut situasi politik yang semakin memanas di Aceh.

    Sebenarnya pada waktu itu belum ada ormas santri se tingkat provinsi yang sudah dibentuk. Ormas yang lain saja masih sangat sedikit karena ketatnya syarat pendirian organisasi yang diterapkan Orde Baru. Kelahiran RTA dilatarbelakangi oleh keinginan untuk mempersatukan visi dan misi santri dayah Aceh agar tidak lagi terpecah belah sehingga mudah dimanfaatkan oleh pihak lain untuk kepentingan politik sesaat dan juga untuk memperjuangkan agar segera diakhiri konflik Aceh yang sudah berlangsung dalam waktu yang lama. Secara internal kelahiran RTA juga dilatarbelakangi oleh keinginan besar untuk melanjutkan dan mengembangkan peran-peran dayah dalam bidang gerakan sosial-keagamaan di Aceh. Nilai-nilai ajaran islam ahlus sunah waljama’ah (sunni) diyakini sebagai kekuatan sosial-kultural yang membentuk karakter masyarakat Aceh yang ditransformasikan melalui dayah-dayah yang tesebar luas di seluruh penjuru Aceh, serta senantiasa relevan merespon perkembangan kehidupan dunia dari waktu ke waktu.

    Kelahiran RTA disemangati oleh adanya kalangan santri dayah yang mengikuti Kongres Mahasiswa dan Pemuda Aceh Serantau (KOMPAS) I yang diadakan di gedung pertemuan Tgk Syik Di Tiro (gedung sosial). Setelah kongres tersebut muncul inisiatif dari beberapa intelektual dayah untuk ikut mendirikan suatu ikatan santri dayah se Aceh. Semalam setelah Kongres tersebut, beberapa orang santri senior dayah segera mengadakan rapat kecil-kecilan di asrama haji yang di hadiri oleh beberapa santri diantaranya; Tgk. Bulqaini Tanjongan, Tgk. Al Kamal Abya (alm), Tgk. Marzuki dan Tgk. Mulyadi Ulee Glee untuk membicarakan persiapan pelaksanaan Musyawarah Besar santri se Aceh, dalam rapat tersebut Tgk. Bulqaini ditunjuk sebagai ketua panitia pelaksanaan Mubes pertama yang akan diadakan pada tanggal 5 – 7 April 1999. Mubes pertama ini diikuti oleh 500 santri seluruh Aceh yang merupakan perwakilan dari Dayah-dayah. Secara aklamasi peserta Mubes menunjuk Tgk. Bulqaini Tanjongan sebagai ketua ikatan santri se Aceh walaupun pada awalnya beliau menolak.

    Dalam Mubes tersebut juga diputuskan nama ikatan santri seluruh Aceh dengan nama Rabithah Taliban Aceh yang disingkat RTA. Serta dirumuskan beberapa rekomendasi, yaitu:

    1. Mempertahankan komitmen Kongres Mahasiswa Thaliban dan Pemuda Aceh Serantau
    2. Memperjuangkan Rerferendum secara damai
    3. Mengajak PEMDA untuk mendukung Referendum
    4. Mengangkat harkat dan martabat para Ulama
    5. Menolak Agenda MRA apabila bertentanggan denggan hasil Kongres
    6. Mahasiswa, Thaliban dan Pemuda Aceh Serantau dan hasil MUBES Thaliban Se-Aceh
    7. Membentuk Panitia Amar Ma’ruf nahi Mungkar
    8. Menperjuangkan agar digelar pengadilan untuk para pelanggar HAM di Aceh, semasa DOM hingga ke Pengadilan Internasional
    9. Menolak permintaan ma’af Presiden Republik Indonesia dan ABRI sebelum mengadili pelanggar HAM di Aceh selama DOM

    10. Menuntut pembebasan seluruh TAPOL dan NAPOL Aceh

    11. Menolak pembentukan KODAM Iskandar Muda dan meminta seluruh pasukan ABRI Non Organik baik Legal maupun Ilegal ditarik dari Aceh

    12. Memperjuangkan hasil MUBES Thaliban Aceh hingga mencapai sasaran yang diharapkan

    13. Membuat Monumen-monumen di tempat yang menjadi Ekses DOM seperti kuburan Massal di Aceh

    14. Menghimbau kepad a seluruh Dayah yang ada di Aceh untuk menetapkan Wirid Yasin dan Qunud Nazilah demi mencapai Aceh yang Baldatun Tayyibatun Warabbun Ghafur

    15. Membentuk Forum Silaturrahmi para Thaliban Aceh dengan seluruh konponen Masyarakat

    16. Melakukan unjuk rasa apabila hak-hak Thaliban, Mahasiswa dan rakyat dilanggar demi menjaga Hartkat dan Martabat

    Kelahiran RTA mendapat banyak dukungan baik dari kalangan dayah maupun masyarakat luas. Diantara ulama dayah yang merekomendasi lahirnya RTA adalah Waled Hasalul Basri, Waled Nuruzzahri dan Abu Meunasah Mee. Dan puluhan ulama juga ikut mendukung lahirnya ormas ini. Namun pada awalnya ada juga kalangan ulama yang tidak setuju dengan kelahiran RTA, yaitu. Abu Panton, Abu Lam Ateuk dan Abu Daud Zamami.

    Dalam perjalanan perjuangannya RTA juga mendapat banyak tantangan dari aparat keamanan (Polri) sehingga pada pertengahan tahun 2000, sektretariat Pengurus Besar RTA yang terletak di Banda Aceh digrebek oleh Brimob. Puluhan anggota RTA dipaksakan tiarap di jalan dan di injak-injak oleh anggota Polri tersebut. Ketika kejadian tersebut, Rais Am RTA, Tgk. Bulqaini Tanjongan segera menghubungi Danrem Lilawangsa Kolonel Syarifuddin Tippe. Dalam pembicaraan melalui telpon, Danrem berjanji akan segera membantu mengamankan dan membebaskan anggota RTA yang sedang diinterograsi oleh aparat Polri.

    Akses dari akibat penggrebekan oleh Polri tersebut ternyata berlanjut ke Jakarta, sehingga beberapa orang pengurus RTA, diantaranya Tgk. Bulqaini, Tgk. Afzal Yasin menghadap Presiden yang ketika itu dijabat oleh Abdurrahman Wahid. Dalam pertemuan tersebut yang turut dihadiri Kapolri, Jenderal Rusdi Harjo, Presiden mengintruksikan kepada Kapolri agar insiden penggrebekan seperti ini tidak lagi terjadi. Dalam pertemuan tersebut, RTA mengharapkan agar Presiden bisa mengunjungi Aceh untuk memberikan keamanan bagi Aceh dan memberikan solusi untuk menyembuhkan luka hati rakyat Aceh yang telah hidup dalam konflik yang berkepanjangan. Rencana kunjungan tersebut segera dirancang dan RTA memprogramkan pertemuan tersebut diadakan di Sabang sekaligus meresmikan pelabuahn bebas Sabang.

    Keberhasilan perjuangn yang dilakuan RTA tidak hanya itu, untuk memuluskan perjuangn politik RTA ketika itu juga berhasil menjalin hubungan kerja sama dengan Amerika untuk mengakhiri konflik di Aceh. Dubes Amerika mengundang RTA ke Jakarta untuk membicarakan solusi mengakhiri konflik di Aceh. Tindakan selanjutnya dari pertemuan ini, Dubes Amerika juga mengundang Rais Am RTA, Tgk. Bulqaini Tanjongan yang cuma lulusan Sekolah menengah pendidikan formal ini untuk belajar resolusi konflik di Amerika dan mengunjungi markas PBB di New York. Dalam kunjungan sebulan tersebut beliau juga bertemu dengan staf khusus Sekjen PBB di New York untuk membicarakan resolusi konflik Aceh. Dalam pertemuan tersebut beliau juga ditemani oleh Dr. Humam Hamid yang telah lama tinggal di Amerika. Selama di Amerika, Tgk. Bulqaini juga dipercayakan untuk memberikan Stadiun General tentang konflik Aceh di Sekolah-sekolah SMA yang di Amerika yang di terjemah oleh seorang wartawan Kompas yang ikut dalam rombongan kunjungan tersebut.

    Keterlibatan RTA dalam politik pada waktu itu tidak bisa dihindari karena kondisi sosial politik menuntut adanya kejelasan posisi di tengah bara revolusi yang panas. Mari kita imajinasikan situasi saat itu, semua dalam bahaya dan ketidakjelasan. Kekejaman militer dan aksi-aksi bersenjata GAM menjadi fakta yang mengiringi keputusan dan langkah-langkah RTA. Kekuatan kita justru terletak pada keberanian untuk hadir di tengah badai konflik yang mengancam nyawa. Tidak heran pada Kongres Mahasiswa dan Pemuda Aceh Serantau (KOMPAS) kedua di Banda Aceh, RTA menolak ide pembubaran SIRA yang diusulkan oleh kelompok mahasiswa kiri dan kelompok pro Jakarta. RTA berani mengambil posisi penuh resiko ketika situasi Aceh begitu kacau dan limbung. Sebelum gempa dan tsunami, anggota RTA tercacat sebanyak 75.000 orang santri. Sebagian terbesar anggota terdiri-dari santri-santri senior yang tersebar di 500 dayah se Aceh. Sebagian besar yang lain adalah mahasiswa alumni-alumni dayah.

    Kepengurusan RTA tidak hanya di Banda Aceh tetapi juga memiliki cabang-cabang yang tesebar di 20 Kabupaten di Aceh, yaitu; Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie, Bireun, Aceh Utara, Lhokseumawe, Aceh Timur, Langsa, Aceh Tengah, Bener Meriah, Singkil, Aceh Selatan, Aceh Barat, Aceh Jaya, Aceh Barat Daya, Nagan Raya, Tamiang, Gayo Lues, Aceh Tenggara, Sabang. Tiap-tiap cabang menjangkau seluruh santri di dayah-dayah sebagai konstituen utamanya.

    Program kerja yang dilaksanakan RTA pada awalnya diantaranya: mendata dayah-dayah se Aceh, melakukan kegiatan dakwah baik secara langsung dalam manyarakat melalui majlis-majlis ta’lim maupun dalam bentuk pelatihan-pelatihah da’i se Aceh, asistensi dan pembinaan kependidikan di dayah-dayah, mendirikan dayah, mengembangkan kreatifitas santri menulis karya ilmiah, qira’atul kutub se Aceh, serta kegiatan sosial lain seperti rehabilitasi anak yatim dan resolusi konflik.

    Melihat hasil rekomendasi Mubes I RTA pada tanggal 5 – 7 April 1999 yang sebagiannya berisi tentang politik. Sebenarnya RTA bukan bagian integratif dari organ-organ pejuang politik, apalagi perjuangan kemerdekaan, tetapi RTA lebih merupakan sebuah ormas yang ingin memantapkan pengaruh kekuatan muda tradisional di lembaga sosial-keagamaan dan walaupun kemudian terlibat dalam perjuangan-perjuangan politik di Aceh.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.