MATAHARI mulai menampakkan cahayanya. Sepeti biasa, untuk bisa melanjutkan hidup dan untuk menghidupi anak-anaknya, sang tikus keluar dari sarang meninggalkan anak-anaknya untuk mencari makanan.
Semua semak belukar dalam hutan ia telusuri hingga sampai di atas sebuah gundukan tanah. Ia menaikinya. Ia terus berusaha untuk mencari makan. Ia berpikir untuk anak-anaknya yang tinggal di sarang menunggunya pulang dengan membawa makanan. Hingga dia tiba di sebuah gundukan kecil yang ditumbuhi rumput-rumput halus berwarna kuning yang menurutnya adalah sebuah bukit kecil. Ia terus berjalan di atasnya.
Namun tiba-tiba gundukan yang ia kira sebuah bukit itu bergerak. Rupanya ia sedang berjalan di atas seekor singa jantan yang sedang tidur. Singa itu merasa terganggu karena sang tikus berjalan di atas tubuhnya, padahal sang singa sedang menikmati mimpi indah yang belum tuntas. Lalu sang singa dengan kemarahan yang sangat besar menerkam tikus tersebut dan digenggamnya dengan cengkraman.
Sang singa berkata, “Hei binatang kecil, kau telah menggangu tidurku. Kau telah merusak mimpiku yang indah. Kubunuh kau sekarang.” Si tikus mungil itu tiada berdaya ketika berhadapan dengan si raja hutan yang besar kekar. Dengan sangat ketakutan ia memohon belas kasihan pada sang singa.
“Tuan, mohon lepaskan saya. Saya minta maaf pada Tuan. Kasihanilah saya Tuan. Saya harus mencari nafkah untuk anak-anak saya yang masih kecil. Jika tuan membunuh saya siapa yang akan merawat mereka tuan? Kasihanilah saya tuan,” ujar tikus.
Sekeras-kerasnya batu, pasti akan hancur juga jika kena tetesan air lama-lama Begitu juga dengan sang singa yang dalam keadaan marah besar akhirnya luluh juga hatinya. Ia merasa iba kepada tikus. Akhirnya sang singa memaafkan tikus lalu ia melepas tikus dari genggaman cengkramannya.
Sang tikus pun bebas. Nyawanya terselamatkan. Dengan penuh rasa syukur tikus dapat kembali mencari makan untuk anak-anaknya. “Terima kasih tuan. Anda telah berbaik hati kepada saya. Tuan telah memaafkan saya hingga saya dapat mencari nafkah lagi. Saya berjanji pada tuan, suatu saat saya pasti akan menolong tuan,” kata tikus. Kemudian tikus pergi melanjutkan pekerjaannya.
Namun sang singa dengan keangkuhannya meremehkan perkataan tikus yang mengatakan suatu hari tikus itu akan menolongnya. Dia tertawa terbahak-bahak karena ia merasa bahwa ia binatang yang kuat dan gagah perkasa, mana mungkin binatang yang kecil mungil seperti tikus dapat memberi bantuan kepada singa si raja hutan yang tak dapat dikalahkan oleh siapapun. Begitu pikir singa.
Suatu kali kemudian, saat tikus sedang mencari makan, tiba-tiba ia mendengar auman sang singa yang berteriak minta tolong. Segera ia bergegas mencari dari mana sumber suara tersebut. Lalu tikus menemukannya. Ternyata sang singa sedang terkurung dalam perangkap tali para pemburu. Tikus pergi ke tempat terperangkapnya sang singa. Lalu ia katakan pada singa, “Tuan tenang saja, saya akan menolong tuan.”
Lalu tikus menggigit tali perangkap tersebut dengan giginya hingga putus. Akhirnya sang singa bebas karena tali perangkapnya sudah putus akibat digigit tikus. Sang singa tidak habis pikir, binatang kecil yang sebelumnya ia sangka tidak akan pernah bisa menolongnya malah telah membuktikan janjinya. Kemudian tikus berkata kepada singa: “Jangan remehkan apa yang lebih kecil darimu, karena segala sesuatu itu ada kelebihannya.”[]