Janji Kawin

SETELAH dua tahun hidup di kota, lagak hidup Binsen sudah berubah total. Dulu saat pertama tiba di Banda, ia berjuang tanpa henti. Bekerja apa saja, asal dapat uang, dikasih makan pun jadi. Kini ia sudah punya usaha sendiri, satu geurubak cindoi dan satu dua becak mesin.

Namun, uang didapat ia habiskan begitu saja. Ia membeli pakaian bagus, parfum kelas elit, sepatu mahal, jam tangan bermerek, handphone blackberry. Dari luar Binsen adalah kolongmerat kelas kakap. Ternyata tampilan itu sebagai jurus menggait perempuan. Banyak sudah perempuan yang luluh dalam pelukan Binsen. Karena ia tak segan memberikan apa yang diminta oleh kekasihnya. Ya, tentu yang mampu dijangkau isi dompet.  Tetapi Binsen sangat picik, ia membohongi semua perempuan yang pernah menjadi kekasihnya.

“Abang  janji, adik akan abang lamar sebagai istri,” begitu hikayat uleue yang sering dilontarkan.

Kekasihnya lekas sekali percaya. Seolah setelah meluluskan keinginan Binsen, ia akan segera dilamar dan mereka akan naik sanding. Padahal janji itu hanya di bibir, pada kenyataannya mereka semua diperalat oleh Binsen. Dalam benaknya yang hitam Binsen ingin membalas dendam pada kaum perempuan, waktu di kampung berulang-ulang ia ditolak. Jadi, ketika ada uang menebal di kantong ia gelap hati. Bukannya bersyukur justru menjadi kufur.

Dasar Binsen, lidahnya bercabang. Berbagai rayu mampu ia lepaskan pada targetnya. Dan sungguh perempuan-perempuan bodoh itu menggelepar-gelepar diserang jurus ek teulheue Binsen. Tak banyak pikir, seolah atas dasar suka sama suka, mahkota yang selama ini dijaga dihidangkan kepada Binsen. Dan tamatlah masa depan mereka.

Sungguh bejat laku Binsen. Punya uang bukan digunakan untuk kebajikan. Tapi berbuat keji. Dalam satu bulan terakhir sudah tujuh perempuan dinistakan. Awalnya mereka semua dijanjikan kawin. Setelah misinya dapat, satu persatu mereka dicampakkan. Nomor handphone pun segera diganti. Binsen sendiri tak pernah memberikan alamat terang kepada mangsanya.

Perilaku Binsen yang tak sungkan-sungkan menjanjikan kawin kepada setiap perempuan yang menjadi kekasihnya, sama seperti kelakuan calon-calon pejabat di negeri kita. Kalau Binsen berbohong demi memuaskan nafsu syahwatnya. Sedangkan pejabat berbohong dengan janji-janji demi memuaskan bihari kekuasaannya.

Apalagi pemilihan kepala daerah akan segera berlangsung, para calon sudah memasang kuda-kuda. Mempersiapkan berbagai keperluan, dari logistik, tim sukses dan strategi untuk kampanye. Ya, tentu saja menyusun janji-janji kalau mereka sudah menang. Tapi tak jarang usai mencapai orgasme kekuasaan. Janji-janji semua mereka lupakan. Seperti janji membangun jalan gampong, membuka lapangan kerja, memberikan modal usaha bagi rakyat kecil, dan sebagainya. Persis seperti laku Binsen yang membohongi perempuan. Sedangkan pejabat membohongi rakyat. Beuleuheun-leuheun rakan.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.