Pietro Perugino memanfaatkan kemiskinannya sebagai jalan untuk menjadi pelukis ternama. Ia lelaki yang tak menerima kemiskinan sebagai nasib.
Mengawali tulisan ini saya kutip pernyataan Samuel Rutherford, tidak ada masa depan yang gemilang bagi mereka yang telah kehilangan harapan. Ditambah oleh Winston Churchill, kalau kita saja telah kehilangan keinginan untuk hidup, sebenarnya nasib kita sudah ditentukan demikian.
Begitulah mungkin pikiran Pietro Perugino tentang nasibnya, jauh sebelum kata Rutherford dan Churchill mengeluarkan kata-katanya. Perugino seolah berpesan pada seniman setelahnya, jangan pernah menerima kemiskinan sebagai sebuah takdir.
Bagi orang yang berbakat, kemiskinan yang dideritanya merupakan alat yang bermanfaat untuk menjadi sempurna. Motivasi dari kemiskinan begitu kuat mendorong seseorang untuk keluar dari lingkarannya, saat itulah kerja keras melahirkan prestasi dan menempatkan diri di luar batas ketakpunyaan menjadi berada.
Perugino, pelukis yang hidup antara tahun 1450 sampai 1523 telah membuktikan hal itu. Sebagai orang yang berbakat, ia mampu memanfaatkan kemiskinannya sebagai jalan untuk menuju kesempurnaan. Ia menjadikan kemiskinannya sebagai alat untuk membuatnya unggul dalam pekerjaan apapun yang ia pilih.
Hal ini tercermin dengan jelas dalam tindakan Perugino dengan mengendalikan kemampuannya agar bisa memperoleh suatu posisi terhormat. Ia meninggalkan Perugia dan hijrah ke Florence, di sana ia tinggal dalam kondisi miskin selama berbulan-bulan.
Giorgio Vasari (1511–1574) menggambarkan kehidupan Petro Perugino dalam tulisannya Live of The Artist, kondisinya di Florence sangat memprihatinkan. Ia benar-benar miskin. Untuk tidur saja ia menggunakan sebuah peti karena tak memiliki ranjang.
Ia bekerja pada malam hari dengan semangat yang menyala-nyata dan terus mempelajari profesinya. Ia benar-benar menghayati usahanya untuk menjadi seorang pelukis, hingga melukis menjadi sifat alami kedua baginya. Dalam balutan kemiskinan itu, satu-satunya kesenangan bagi Pietro adalah senantiasa melukis dan terus melukis.
Hal itu dilakukannya karena ia takut akan terus miskin. Ia melakukan berbagai hal untuk memperoleh uang. Ia tidak mau selamanya repot menafkahi dirinya. Kebuntuan selalu memacunya untuk bangkit dan terus berkarya. Tak terpikirkan waktu itu ia ingin mencapai posisi tertinggi dalam dunia lukis yang digelutinya. Ia hanya ingin hidup tenang dengan penghasilan yang cukup dari karyanya.
Karena keinginan keluar dari nasib yang tidak baik itulah, ia tidak mempedulikan kondisi tubuhnya. Ia tetap melukis dalam kondisi udara dingin, perasaan lapar dan ketidaknyamanan. Ia terus berusaha kerja keras agar bisa hidup esok dengan santai dan tenang.
Perkataannya yang sangat dikenal orang adalah, ketika ia menjawab orang-orang yang mencibirnya karena bekerja dalam cuaca yang buruk. Ia menjawabnya dengan kata-kata.”Cuaca buruk pasti disertai dengan cuaca baik, meskipun pemilik rumah harus menyiapkan tempat perlindungan untuk menghadapi masa sulit.”
Begitulah Perugino bekerja dan berkarya melawan kemiskinan, hingga kemudian menjadi seorang pelukis yang diperbincangkan banyak orang hingga sekarang. Jadi, jangan pernah menerima kemiskinan sebagai sebuah takdir.[]