Tarawih dan Lailatul Qadar

Tarawih, salat sunat bulan puasa adalah salat ajaib. Dokaha bilang, salat tarawih seolah-olah telah menjadi kewajiban baru, kewajiban bersalat sunat. Dokaha tak mau bilang hal khilafiah tentang jumlah rakaatnya. Dokaha bilang, memperdebatkan rakaat adalah perbuatan anak kecil.

Selain ajaib, salat tarawih juga misterius. Ini tak dibilang Apa Maun Gampong lon. Apa Maun gampong lon bilang, salat tarawih itu banyak pahala, pahalanya berbeda setiap malam. Karena ada yang dengar haba Apa Maun, makanya ada orang yang tak salat fardhu pun salat tarawih setiap malam Ramadhan.

Dokaha tak mau ikut Apa Maun, ia tetap bersikukuh, salat tarawih itu misterius. Bahkan, ia bilang salat tarawih itu sudah jadi budaya Aceh bukan lagi sebuah perintah agama. Dokaha punya alasan, ia bilang, jika tak salat tarawih di Aceh seolah-olah orang itu hina, tak ikut bermasyarakat.

Dokaha bilang, salat tarawih orang begitu itu tak dapat pahala, karena salat bukan demi Allah. Apa Maun marah pada komentar Dokaha, Apa Maun bilang, salat tarawih itu artinya salat sambil istirahat. Dokaha bilang, kalau salat istirahat, mengapa salat itu dikarat-karat agar cepat siap, seolah-olah salat itu sebuah hukuman dari malaikat.

Apa Maun lebih marah dari tadi. Seketika saja ia peh meh, dan gelas kopi Dokaha terbang seperti di kolom poh sampeng di bawah kolom ini. Karena Apa Maun marah, Dokaha pun mengalih topik ke lailatul qadar.

Anehnya, Apa Maun dan Dokaha bicara perkara tarawih dan lailatul Qadar di saat orang sedang berjamaah tarawih di mesjid. Apa Maun dan Dokaha punya alasan untuk itu, yakni, bila kita bicara perkara hukum fiqih, itu lebih baik dari pada salat sunat seribu rakaat.

Nah! Taraweh hanya dua puluh tambah witir tiga atau delapan tambah witir tiga. Hitung sendiri berapa rakaat, si Dokaha dan Apa Maun lebih banyak pahala dari pada orang yang sibuk salat tarawih di masjid, balai dan meunasah itu. Satu pendapat, 977, satu pendapat, 989 rakaat lebih banyak pahala Dokaha dan Apa Maun. Begitulah kata Apa Maun gampong lon.

Dokaha bilang, lailatul qadar itu ditandai dengan membeku air, sehingga kalau malam lailatul qadar, orang tak perlu hidupkan kulkas ataupun beli es. Mendengar itu, Apa Maun marah. Ia bilang Dokaha memperolok-olok sebuah anugerah Tuhan.

Dokaha bilang, orang yang memperolok-olok agama adalah orang yang bicara agama hanya untuk mendapat honor, atau beribadat hanya untuk sebuah sebutan bahwa ia orang taat. Itulah orang yang memperolok-olok agama menurut Dokaha.

Ketika sedang semangatnya Dokaha dan Apa Maun berdebat, muncullah Apa Main yang baru pulang dari salat tarawih di mesjid. Tentu saja mereka menertawakannya, karena Apa Main telah tertinggal 977 rakaat pahala salat sunat dari Dokaha dan Apa Maun.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.