Awak Gampong Huda-hudu, awal tahun ini lagi ketiban trend baru. Mereka ramai-ramai melakukan aksi simpatik terhadap gampong tetangga mereka yang terkena wabah penyakit entah apa namanya. Sebagai sesama rakyat jelata, awak Gampong Huda-hudu pun melakukan kewajibannya mengumpulkan dana guna membantu tetangganya tersebut.
Berlomba-lomba, awak gampong ini melakukan aksi simpatik. Mulai dari bagi-bagi bunga di Pasar Gampong, sampai dengan menggelar musik serta melempar sepatu ke gambar penyakit entah apa namanya.
Aksi simpatik itu, berlanjut sampai akhirnya gampong tetangga Huda-hudu, berhasil lepas dari wabah penyakit tersebut. Namun, bagi Apa Maun, aksi ini tak pernah habis. Pasalnya, melalui hal seperti ini, ia dapat meraup pemasukan dana melimpah dibandingkan hasil dari ia bekerja sehari-harinya.
“Satu jam saja Ma’e, sekian juta rupiah uang bisa terkumpul,” terangnya, pada Apa Ma’e.
Mendengar hal tersebut, Apa Ma’e tergiur. Ia hendak meraup keuntungan dari musibah gampong tetangga tersebut. Caranya, mengikuti jejak Apa Maun. Ia pun mempersiapkan aksi simpatik serupa dengan cara dan konsep berbeda. Persiapan tersebut, tentunya memakan waktu lama. Maklum saja, Apa Ma’e terkenal amatir dalam hal ini. Persiapan yang dilakukan, dipertimbangkannya masak-masak. Dua bulan, akhirnya pagelaran aksi simpatiknya berhasil disusun.
Namun, sayangnya ia terkendala pada pemesanan tempat. Dari konsep yang ia pikirkan, ia butuh lokasi luas dengan tata ruang panggung yang serba wah. “Makin banyak modal, makin besar pula keuntungan,” lirihnya dalam hati, seraya terkekeh-kekeh.
Setelah berhasil melobi sekian banyak pejabat gampong, akhirnya Apa Ma’e berhasil mendapatkan tempat sesuai keinginannya. Tempat tersebut, merupakan bekas pasar rakyat yang pernah digunakan pejabat kecamatan, saat peringatan proklamasi, Agustus tahun lalu. Rencana berikutnya, adalah penyebaran undangan dan dekorasi panggung.
Menjelang hari ‘H’, Apa Ma’e di datangi Dek Gam. Laki-laki ini merasa aneh dengan acara yang akan diadakan Apa Ma’e.
“Hai Apa, apa pula yang Apa buat besok?” tanya Dek Gam.
“Aksi Simpatik untuk korban wabah penyakit entah apa namanya,” jawabnya, bangga.
“Oohh..bukankah penyakit itu sudah dikendalikan Apa?”
“Hah…benarkah. Saya tidak tahu.”
“Yah…Apa bagaimana sih. Kejar trend aksi tanpa lihat isu.”
“Jadi bagaimana ini Dek Gam. Semua jadwal acara sudah disiapkan. Tempat sudah dipesan dan undangan sudah disebarkan?”
“Ubah saja Apa. Bukankah di kampung kita saat ini sedang kedatangan pengungsi korban konflik dari tetangga gampong lain.”
“Memang bisa?”
“Bisa saja. Nanti, pas buka acara, bilang saja pada penonton atau para undangan, bahwa telah terjadi kesalahan teknis. Seharusnya, aksi simpatik ini untuk korban pengungsi bukan untuk korban wabah penyakit,” jelas Dek Gam, mudahnya.
“Oooohhh…”
“Lalu, Apa suruh saja beberapa panitia untuk menjemput para pengungsi tersebut. Kalau tak mampu, buat teatrikal saja. Kalau juga tak sanggup, umumkan saja aksi simpatik ini uangnya akan digunakan untuk membeli makanan sekian ratus pengungsi tersebut.”
“????” Apa Ma’e makin bingung. “Lalu, apa saya bisa mendapatkan keuntungan seperti Apa Maun?” tanya dia lagi.
“Sekali-kali, buat trend baru Apa Ma’e.”
“Apa itu?”
“Trend ikhlas beramal. Tanpa untung dan siap rugi yang penting dapat pahala,” senyum Dek Gam puas.
“Apa katadunia??”[]