Di pesisir Aceh ada namanya Kenduri Laot. Upacara menjelang musim timur atau ketika musim barat akan berakhir. Konon ada kepala sapi yang dibuang ke laut sebagai tumbal. Di Jawa juga begitu. Ini adalah peninggalan Hindu yang kini sudah diislamisasi. Tapi ulama berbeda pendapat soal ini. Ada yang bilang bid’ah (penambahan dalam ibadah) bahkan dianggap perbuatan syirik. Tapi ada juga yang bilang tidak begitu, bahkan dianggap sebagai memajukan syiar Islam. Entahlah, siapa yang benar.
Tapi, beredar kabar di Aceh Utara, sejak tak ada kenduri laot tangkapan ikan nelayan menjadi berkurang. Tentu saja ini di dunia mistik.
Lalu, bagaimana tumbal di dunia realitas?
Sudah menjadi kelaziman, kalau mau naik pangkat, pegawai harus berprestasi. Kalau tidak bisa berprestasi, maka perlu upaya lain misalnya dengan cara menyogok atasan.
Pak Sutanto (Jenderal Polisi) meraih jabatan Kapolri karena prestasinya antara lain memberantas perjudian di Sumatera Utara dan daerah lain ketika beliau menjadi Kapolda. Pak Made (Komisaris Jenderal Polisi Made Mangku Pastika) menjadi Kepala Harian Badan Anti Narkotika Nasional (BNN) karena sukses menggulung teroris di Bali. Dan masih banyak lagi. Jadi tidak ada polisi yang naik pangkat secara tiba-tiba tanpa prestasi.
Begitu juga di jajaran ABRI. Kita melihat mereka yang punya prestasi saja yang naik pangkat secara cepat.
Saya teringat ucapan Jenderal Feisal Tanjung saat media massa menyorot kenaikan pangkat Prabowo Subianto dari kolonel menjadi Brigjen di usia 43 tahun. Saat beliau menjabat Pangab ABRI (kini TNI). “ABRI itu organisasi, pemain organisasi itu manusia. Jadi ABRI akan berusaha menempatkan the right man on the right place. Berdasarkan prestasi yang bersangkutan dan tidak urut kacang.”
Begitu. Bagi PNS ada parameter lain, tapi tetap pada prestasi.
Bagi polisi, menangkap sindikat bandit, membongkar ladang ganja, menangkap pembunuh berantai adalah prestasi. Apalagi kalau bisa mengungkap kasus besar yang melibatkan pejabat publik dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Dengan bumbu ekspose media massa secara besar-besaran maka prestasi itu tambah menggigit. Hanya hitungan hari atau paling lama bulan, yang bersangkutan bakal naik pangkat. Alhamdulillah.
Apa hubungannya dengan tumbal? Seseorang yang naik pangkat, minimal menjadikan orang lain yang antre tergeser; jadi orang lain itu menjadi tumbal. Itu minimal.
Dan ada yang lebih sadis dari itu.
Ada atasan yang menyuruh anak buah “bermain api” lalu si atasan memadamkan api itu. Selanjutnya bisa ditebak, atasannya naik pangkat lebih tinggi, bawahannya dipecat.
Masih ingat cuwak?
Dia naik pangkat, dapat bayaran tinggi karena mengorbankan teman bahkan saudaranya sendiri.
Mereka yang dikorbankan inilah namanya tumbal.
Tak ada yang mau menjadi tumbal, termasuk kerbau. Tapi tumbal akan selalu ada di dunia realistis ini.
Mengapa?
Karena dengan tumbal itulah diyakini prestasi bisa diraih. Ikan bisa diperoleh lebih banyak. Rezeki pun melimpah, anak istri senang. Tetangga berwah.. wah..
Hebat…![]