Anda pasti masih ingat ceritaku tentang sebuah kampung jauh. Di kampong itu ada sebuah tabloid, ‘Modalitas’ namanya. Modalitas. Modal tak berkualitas. Begitulah tabloid itu dilakabkan. Anda sudah tahu kalau tabloid itu dibuat oleh pendusta, namun ternyata ada yang lebih parah dari pendustaan itu sendiri.
Seandainya pemilik yang sekaligus wartawannya hanya berdusta, mungkin masih bisa ditolerir. Pendusta memang kerjanya berdusta, termasuk membuat berita palsu. Namun pembualannya melebihi batas kemanusiaan. Beginilah cara Modalitas bekerja.
Anda pasti ingat cara orang kampung plah trieng, kan? Nah begitulah cara kerja tabloid itu agar dibeli masyarakat. Orang plah trieng punya tindakan bertolak arah. Untuk membelah trieng, ia harus kuat-kuat menginjak yang satu, dan mengangkat tinggi-tinggi yang lain.
Nah, begitulah berita yang dibuat Modalitas itu. Ia mencari para pencuri di pemerintahan kampong, lalu mendata kekayaannya. Begitu ia tahu siapa yang banyak uang, ia pun membelanya, agar ia dikasih uang. Namanya saja pengemis. Sebaliknya, pencuri yang kurang uang ia hantam keras.
Hantaman di berita media tak berkualitasnya untuk mengelabui masyarakat. Agar masyarakat menilai bahwa tabloid modalitas adalah anti pencuri. Padahal sudah banyak kasus pencurian yang ia sembunyikan setelah dihantam. Ia sembunyikan karena telah diberi sedekah. Sedekah adalah tujuan pendirian tabloid itu oleh si pendusta.
Terkait sekretaris kampung yang menjadi ‘ayah’ si pendusta, kini sedang menghadapi masalah, karena ketahuan mengkhianati kampong dan kepala kampong. Si pendusta kalang kabut. Ia tak punya lagi andalan. Dalam kebingungannya ia membuat berita tentang seorang pembangun di sebuah kampung.
Ia sengaja melebih-lebihkan di beritanya. Intinya, siapa yang tak memberi sedekah pada si pendusta, pasti akan dihantam melalui media tak berkualitasnya. Sebelum kepala kampong penjabat sekarang, si pendusta pernah ‘disumbang’ oleh wakil kepala kampong untuk membuat berita buruk terhadap lawan politiknya. Dapat diduga, si pendusta memang melakukan itu.
Selain dari wakil kepala kampung yang lama, ia banyak lagi menerima sedekah dari para pencuri. Pencuri itu adalah orang yang tak pernah dicaci dalam tabloid itu. Pencuri itu masih disebut pejabat, kendati akan segera ditendang dari sana. Kini si pendusta sedang bingung, ia telah hilang andalan. Berita plah trieng tabloid si pendusta akan segera tak berguna. Karena kini, penduduk di sana sedang “Menuju Aceh Baru.”[]