LAGI-lagi Suib Surya Kabisah buat ulah. Tiba-tiba saja dia gila teknologi, berulang kali ia ke bengkel Pak Cek mencari besi-besi dan logam lain yang tak terpakai lagi. Entah untuk apa.
Usut punya usut ternyata ia sedang membuat percobaan. Setelah melihat film barat tentang roket, ia ikut-ikutan mau buat roket.
“Untuk tahap awal aku mau buat roket mini dulu, baru nanti kalau sudah berhasil aku akan uji coba roket sungguhan,” komentar Suib saat Pak Cek bertanya untuk apa besi-besi itu.
Setelah beberapa hari roket mini Suib selesai. Ia pun langsung menguji cobanya. Roket-roket itu meluncur bebas dan tepat sasaran, suib memamerkan giginya. Bangga sangat.
Tapi sialnya giliran roket yang terakhir tak ikut teman-temannya, ia malah berbalik arah menancap di kandang ayam Pak Samsul. Tak tanggung-tanggung kandang ayam Pak Samsul jebol, bulu-bulu ayam berhamburan bagaikan anai-anai yang berterbangan. Dan yang lebih tragis lagi, delapan anak ayam Pak Samsul kritis, kakinya harus diamputasi.Pak samsul marah besar, ia buru-buru mendatangi Suib yang sibuk mempelajari kembali rumus roketnya.
“Kau ini benar-benar keterlaluan, Suib, tega-teganya kau mengebom kandang ayamku.”
“Itu bukan bom, Pak Samsul, itu roket.”
“Roket macam apa itu?”
“Roket seperti orang-orang barat buat, Pak Samsul, ya, tadi itu baru uji coba yang mini. Baru percobaan awal, nanti aku akan meluncurkan roket yang besar.”
“Apa kau bilang, mau meluncurkan roket yang besar, roket sekecil itu saja sudah menghancurkan kandang ayamku.”
“Apalah artinya kandang ayam, bila anak bangsa bisa memiliki prestasi berskala internasional. Bukankah itu yang sering kau ajarkan pada kami saat sekolah dulu.”
“Ya, tentu saja, tapi masalahnya roketmu itu telah membuat anak ayamku cacat. Kau tahu, delapan anak ayamku harus diamputasi, itu sangat berat bagiku, sangat tragis,” cerca sang guru ekonomi itu.
“Sudahlah, Pak Samsul, aku akan mengganti anak ayammu yang cacat itu, tapi kau jangan marah lagi padaku, bisa-bisa konsentrasiku rusak,” kata Suib sama sekali tak merasa bersalah.
Pak Samsul geram bukan main. Sedari tadi ia mencak-mencak, tapi si Suib asyik saja menurunkan rumus, sama sekali tak peduli pada kemarahan Pak Samsul.
“Lihat, aku jadi lupa rumus mana yang harus kupakai.” Suib malah menyalahkan Pak Samsul.
“Gayamu mau buat roket, kali-kali saja kau masih gagap, makanya waktu sekolah dulu jangan kebanyakan ngobrol di belakang, sekarang waktu kau butuhkan ilmu itu sudah kalang kabut. Sudah itu buat rugi orang lain lagi. Grrr!,” gerutu Pak Samsul.
“Rugi sedikit tak masalah pak, itu kan untuk kemajuan negeri kita juga.” Ucapnya ringan.[]