BOM

Berita kecil di Harian Aceh 24 Desember lalu,  tentang bom di Aceh Utara menjadi isu hangat dalam minggu ini. Tapi  bagi saya tidak mengagetkan. Bukan karena tidak meledak, karena setelah perjanjian damai, 15 Agustus 2006 antara Pemerintah RI dengan Pimpinan GAM, di Helsinki, soal bom ke bom baik rakitan atau asli, senjata rakitan atau bukan, dan juga soal kekerasan fisik dan jiwa lainnya sudah final.

Hal itu dibuktikan  oleh pemerintah RI menarik pasukan non-organik TNI/Polri sekitar 15 ribu personil yang tersebar seluruh Aceh secara bertahap. Begitu juga GAM memotong lebih lima ribu sejata baik rakitan maupun asli beserta amunisinya. Artinya, soal kekerasan dan teror meneror sudah selesai juga dua tahun lalu. Artinya lagi, kini kita sudah hidup di era aman damai, bermartabat, berwibawa  yang dijamin baik oleh GAM maupun Pemerintah RI. Jinoe geutanyoe  hana meuseupet  le lage asam thou.

Lalu kenapa juga ada temuan bom di Aceh Utara? Mungkin  jawabannya sederhana saja. Anda masih ingat beberapa bulan setelah damai, di Kabupaten Bireuen, tepatnya di Desa Meunasah Dayah, Kecamatan Kota Juang, satu orang anak usia SD meninggal dunia, tiga orang orang lagi kena serpihan ledakan granat tangan atau bom.

Ternyata lokasi tempat ditemukan bom/granat itu setelah dipelajari adalah bekas markas atau kamp darurat pasukan TNI AD yang bertugas selama Darurat Meliter (DM) di Bireuen. Alhamdulillah dan terimakasih, kepada para petinggi setingkat Danrem dan Dandim Aceh Utara melakukan kunjungan takziah ke rumah duka. Dan juga kepada keluarga korban pun menerima peristiwa itu, bukan sesuatu yang disengaja.

Pada kesempatan lain, bukan sedikit juga ditemukan  bom-bom rakitan. Dan, pada umumnya bom peninggalan pada saat  DM berlaku di Aceh, pada bekas markas para pasukan TNA juga berserakan bom dan granat dimana-mana. Ada yang menelan korban, ada juga yang bisa dijinakkan oleh pasukan elit Gegana dari jajaran polisi. Untuk itu selamat kita ucapkan kepada Pak Polisi kita yang handal menjinakan bom rakitan temuan masyarakat.

Mungkin sekarang yang menjadi pekerjaan rumah (PR) kita semua, bagaimana cara menjinakan dan  untuk mengetahui persis sisa-sisa bom, baik yang terlupa atau tertinggal oleh GAM maupun TNI/Polri  pada bekas kemp-kempnya dulu. Tentu saja para pelaku di zaman DM dan DS (darurat sipil) yang tahu persis dimana dan bagaimana cara mengambil sekaligus mengatasinya agar Nangroe Aceh tidaklah sama dengan Kemboja, Irak, Afganistan dan beberapa negara lain yang menjadi ‘uji coba’ senjata Amerika Serikat dalam melakukan peperangan di negara tersebut.

Perang sudah selesai, tapi pekerjaan pengumpulan sisa sisa ranjau bom dan granat menjadi PR para pemimpin setempat. Kita harapkan Aceh tidak demikian. Tetap terkendali dan aman.

Sekali lagi soal bom.

Lain halnya dengan bom yang meletus di Meuligoe Bireuen. Kenapa? Justeru saat bupati dan wakil bupati yang berkuasa di negeri Juang itu dari kalangan KPA atau GAM, saat itu pula dalam rentang waktu belum sampai lima bulan sudah dua kali bom jenis  granat meledak  di radius nol km pusat kota dan pemerintahan Bireuen.

Bom pertama hanya hitungan hari setelah pelantikan. Sebelumnya juga pada awal-awal pemerintahan di Aceh Utara, juga dikejutkan dengan granat. Akankah ke depan untuk menjawab semua persoalan Aceh harus dengan kekerasan, alias dengan bom. Semua kita sependapat, suara bom, desingan peluru, jeritan tangis di kamp-kamp TNI dan TNA tidak akan terdengar lagi, biarlah itu menjadi catatan sejarah di zaman kekerasan Aceh. Kita iklaskan bersama MoU Helsinki, 15 Agustus 2006 lalu.

Andaikata Abdullah Puteh, mantan Gubernur Aceh tidak dalam penjara, mungkin ia bercerita juga, tahun pertama ia bertugas di Aceh, tepatnya bulan puasa sebuah kendaraan roda dua datang dari arah depan pendopo, menjelang buka puasa terjadi pelemparan granat dengan dentuman sangat dahsyat. Para tamu yang sedang buka puasa terkejut, gementar semuanya.

Kata petugas yang mengawasi pendopo gubernur itu.

Awass…!
Tiarap….!
Boomm…!
Dharrrr…..

One thought on “BOM

  1. Kami IPTR (ikatan pemuda tanah rincong)perantouwan yg di ketuai oleh bapak baktiar.dan POPKRA siap mengawal MOU dengan amanah aman di dasari oleh semangat pemersatu dan tegaknya ,Negri ini dalam kolidor NKRI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.